Harapan Indonesia begitu tinggi terhadap investasi dari Arab Saudi, yaitu 25 miliar dollar AS dalam bidang energi seperti disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelang kedatangan Raja Salman.
Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Rabu (1/3) lalu, pemimpin kedua negara menyaksikan penandatanganan 11 nota kesepahaman. Tetapi, hanya satu berisi persetujuan Saudi membelanjakan 1 miliar dollar AS untuk sejumlah proyek pembangunan di Indonesia, ditandatangani bersama oleh Dana Kontribusi Saudi dan Kementerian Keuangan RI.
Di luar itu, perusahaan minyak Saudi, Aramco, bersepakat dengan Pertamina untuk investasi 6 miliar dollar AS dalam pengembangan pengolahan minyak di Cilacap. Di Malaysia, Aramco juga investasi 7 miliar dollar AS di pengolahan minyak bersama Petronas.
Kunjungan Raja Salman ke Indonesia adalah bagian dari perjalanan sebulan ke Asia Pasifik, yaitu Malaysia, Indonesia, Brunei, Jepang, China, dan Maladewa, serta Jordania. Kunjungan ini dapat dilihat memiliki dimensi geopolitik dan ekonomi di tengah berubahnya peta kekuatan politik ekonomi menuju ke Asia.
Penting bagi Saudi menjaga hubungan dengan China dan Jepang sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia. Saudi mengharapkan investasi dari kedua negara tersebut, sementara China dan Jepang berharap mendapat pasokan minyak dari Saudi.
Bagi Saudi kunjungan ke empat negara dengan mayoritas penduduknya Muslim Sunni juga penting. Peningkatan hubungan dapat dilakukan melalui kegiatan ekonomi-bisnis dan budaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat masing-masing negara, termasuk pemahaman keagamaan. Perlu didorong kerja sama ekonomi-bisnis saling menguntungkan untuk menurunkan kesenjangan kemakmuran di negara masing-masing.
Saat ini Saudi sedang mereformasi ekonominya, mengurangi ketergantungan pada minyak bumi setelah harga minyak anjlok separuh lebih sejak 2014. Turunnya harga itu membuat Saudi mengalami defisit anggaran belanja sejak 2015 dan mengurangi subsidi layanan publik.
Dengan adanya rencana Saudi menjual sebagian saham Aramco di pasar modal dan keinginan Saudi meninggalkan ketergantungan pada minyak, Indonesia harus mampu menawarkan investasi menarik di berbagai bidang dan bersaing dengan negara lain.
Investasi harus digalang antara swasta atau badan usaha milik negara. Apalagi investasi Saudi di Indonesia tahun 2016 turun drastis, kurang dari 1 juta dollar AS dan Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan Saudi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Menarik Investasi dari Arab Saudi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar