Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 13 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Pelajaran dari Pemakzulan Park (Kompas)

Kemelut politik di Korea Selatan yang berlangsung sejak tahun lalu berakhir dengan dimakzulkannya Presiden Park Geun-hye.

Inilah pertama kali dalam sejarah Korea Selatan (Korsel) seorang presiden dimakzulkan. Dan, yang dimakzulkan adalah perempuan presiden pertama dalam sejarah negeri itu.

Park Geun-hye, putri Park Chung-hee, diktator militer di masa Perang Dingin, dimakzulkan oleh Mahkamah Konstitusi karena terkait skandal korupsi. Skandal korupsi ini juga melibatkan perusahaan raksasa di negeri itu, yakni Grup Samsung. Ada tiga tuntutan yang dihadapi Park Geun-hye, yaitu penyuapan, pemerasan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi sepakat untuk menurunkan Park Geun-hye. Oleh karena dia dianggap telah melakukan "melanggar Konstitusi dan hukum". Park Geun-hye juga dianggap telah "mengkhianati kepercayaan rakyat dan tindakan seperti itu tidak dapat ditoleransi demi Konstitusi". Ia mengkhianati kepercayaan rakyat demi kepentingan orang di sekitarnya.

Terakhir kali seorang presiden Korsel dipaksa mundur karena desakan rakyat terjadi pada tahun 1960. Ketika itu, Presiden Syngman Rhee dipaksa mundur setelah polisi menembaki rakyat. Syngman Rhee mundur dan tinggal di Hawaii sampai akhir hayatnya.

Sebenarnya Park Geun-hye, berkuasa sejak tahun 2013, jatuh dari kursi kekuasaannya karena sepak terjang teman dekatnya, Choi Soon-sil. Kroniisme inilah yang mengakhiri jabatannya. Park Geun-hye dan Choi Soon-sil dituduh berkonspirasi menekan perusahaan-perusahaan untuk memberikan sumbangan dalam jumlah besar kepada dua yayasan nirlaba yang didirikan Choi Soon-sil. Samsung, misalnya, mendonasikan sejumlah 70 juta dollar AS.

Korupsi, nepotisme, dan kroniisme ibarat kata seperti kanker, yang menghancurkan negara. Korupsi, selain tanggung jawab moral dan hukum, juga berkaitan dengan tanggung jawab politik, di mana praktik penyelenggaraan negara diharapkan sesuai dengan etika politik.

Secara sederhana, korupsi bisa diartikan sebagai upaya menggunakan kemampuan untuk campur tangan posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, dan kekuasaan untuk keuntungan kepentingan dirinya atau kelompoknya. Inilah yang terjadi di Korsel. Oleh karena Park Geun-hye membiarkan orang dekatnya mencari keuntungan diri.

Kasus seperti yang terjadi di Korsel, dan akhirnya menimpa Presiden Park Geun-hye, juga terjadi di negara lain. Karena itu, keteguhan seorang pemimpin untuk tidak tergoda oleh lingkungan, oleh orang-orang dekatnya yang mencari keuntungan diri, menjadi sangat penting dalam menjalankan amanah, kepercayaan rakyat.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Pelajaran dari Pemakzulan Park".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger