Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 17 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Provokasi Perlu Dihindari (Kompas)

Bedanya pemberitaan soal sengketa di Laut China Selatan tidak berarti sengketa wilayah ini berakhir. Aktivitas China berlanjut di Kepulauan Paracel.

Citra satelit memperlihatkan terjadi pembukaan lahan di sisi timur Pulau Utara, salah satu pulau yang dikuasai China. Aktivitas serupa sebelumnya terlihat di Pulau Pohon. Terkait hal ini, Kementerian Pertahanan China menyatakan tidak familier dengan pekerjaan yang dilakukan di Pulau Utara. Mereka hanya menegaskan, Kepulauan Xisha, sebutan Beijing untuk kepulauan Paracel, adalah wilayah kedaulatan China seutuhnya.

China menduduki Kepulauan Paracel setelah merebutnya dari pasukan angkatan laut Vietnam Selatan tahun 1974. Kini, China menduduki sedikitnya sembilan pulau di Paracel, wilayah yang juga diklaim Vietnam dan Taiwan.

Pembangunan yang dilakukan China melanjutkan apa yang mereka lakukan di Kepulauan Spratly, kawasan yang sebagian wilayahnya juga diaku oleh Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, dan Brunei, dua tahun lalu. Beijing menyatukan gugusan karang menjadi pulau buatan di Mischief Reef serta menguruk dan membangun landas pacu pesawat di Fiery Cross.

China bersikukuh dengan klaimnya di wilayah itu meski negara-negara lain yang mengklaim kepulauan tersebut mengajukan protes. Beijing bergeming meski ASEAN, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain meminta mereka menghentikan pembangunan serta mendahulukan penyelesaian sengketa secara damai.

Bahkan, Beijing juga mengabaikan keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) yang mengabulkan gugatan Filipina. PCA menyebut klaim historis China di Laut China Selatan tidak memiliki landasan hukum. Keputusan lain PCA adalah pembangunan pulau buatan itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pembangunan pulau di kawasan perairan itu tidak memberikan hak apa pun kepada Pemerintah China atas wilayah tersebut.

China membutuhkan Kepulauan Paracel karena lokasinya strategis untuk menjadi pertahanan bagi fasilitas pangkalan kapal selam nuklir di Pulau Hainan. Dengan sumber daya yang dimiliki, China unggul dari negara lain karena bisa meneguhkan klaim atas daerah sengketa ini dengan pembangunan fisik di wilayah yang dikuasai.

Praktis hanya Amerika Serikat yang bisa menandingi China untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan ini. Namun, saat ini pemerintahan baru AS punya prioritas lain dan diperkirakan tak akan bersikap keras kepada China.

Kabar bahwa draf pertama kode tata perilaku di Laut China Selatan, yang dibahas oleh ASEAN dan China sejak 2010, telah selesai digarap, memberikan harapan konflik antarnegara yang bersengketa bisa dicegah. Namun, provokasi dalam berbagai bentuk, termasuk membangun di wilayah sengketa, tetap perlu dihindari.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Provokasi Perlu Dihindari".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger