Presiden Trump kepada wartawan meyakini langkah-langkah mengatasi defisit dan praktik perdagangan tidak fairdari negara-negara mitra dagang itu akan menuntun pada kebangkitan kembali sektor manufaktur AS dan kembalinya lapangan kerja ke AS.
Meski tak secara rinci menyebut negara, tampaknya manuver Trump ditujukan terutama terhadap mitra dagang utama, seperti China dan Jepang. Secara kebetulan, perintah dikeluarkan menjelang pertemuan pertama Trump dan Presiden China Xi Jinping di Florida, pekan ini, serta dialog ekonomi tingkat tinggi AS-Jepang akhir bulan ini.
Bukan baru kali ini AS menuding mitra dagang sebagai perampok kemakmuran AS serta penyebab terpuruknya ekonomi AS, membengkaknya defisit perdagangan AS, dan hilangnya sekitar dua juta lapangan kerja di sektor manufaktur AS. Perwakilan Dagang AS (USTR) diberi waktu 90 hari untuk melakukan pemeriksaan sistematis secara detail negara per negara dan produk per produk dari para mitra dagang, yang menyebabkan produk AS tak bisa bersaing.
Dalam perintah yang dikeluarkan bersamaan, Jumat lalu, Trump juga memerintahkan penggunaan kebijakan anti- dumping dan countervailing dutieslebih agresif terhadap mitra dagang yang terbukti menerapkan rezim kebijakan perdagangan abusive yang merugikan AS.
AS secara konsisten mencatat defisit perdagangan sejak 1976. Defisit terbesar terjadi dalam perdagangan dengan China, Jepang, Jerman, dan Meksiko. Defisit dengan China pada 2016 tercatat 347 miliar dollar AS, Jepang 69 miliar dollar AS, Jerman 65 miliar dollar AS, Meksiko 63 miliar dollar AS, Vietnam 32 miliar dollar AS, dan Korsel 28 miliar dollar AS.
Dalam laporan baru-baru ini, USTR menyerang China dan Jepang terkait kebijakan perdagangan dan hambatan akses pasar yang diterapkannya. Jepang dianggap menghambat masuknya produk pertanian dan pangan olahan dari AS lewat bea masuk tinggi dan menerapkan sejumlah hambatan nontarif terhadap produk otomotif AS.
Sementara China dikecam karena ekses kapasitas masif di sektor baja dan aluminiumnya. Overproduksi China yang dimungkinkan oleh kebijakan industri dan subsidi keuangan pemerintahnya ini menyebabkan terjadinya distorsi ekspor di pasar global serta memukul produsen dan pekerja AS ataupun pasar negara-negara ketiga di mana produk ekspor AS bersaing dengan produk dari China.
Banyak pihak mencemaskan temuan USTR akan menuntun pada ketegangan perdagangan antarnegara yang tak kondusif bagi ekonomi global, langkah proteksionis, aksi retaliasi, dan tekanan pada mitra dagang untuk membuka pasar. Kalangan ekonom berpendapat, daya saing dan lapangan kerja AS tak bisa diperbaiki hanya dengan memaksa pesaing membuka pasar, tanpa membenahi struktur ekonomi dan faktor-faktor lain secara lebih menyeluruh penyebab terjadinya defisit perdagangan AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar