Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 29 Mei 2017

Jatuh Bangun di BandaraIsi Koper Hilang (ADI G RACHMAN)

Saya penumpang pesawat Citilink QG 661 dan QG 184, Minggu (30/4). Pesawat Citilink QG 661 ditunda 30 menit sehingga saya terlambat tiba di Surabaya dan harus berlari-lari mengejar pesawat selanjutnya. Beruntung bagasi diurus dan saya tidak perlu mengambil bagasi.

Sampai di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, ternyata koper saya tertinggal di Surabaya dan baru akan dikirim keesokan harinya. Menurut petugas Citilink, sudah tidak ada pesawat dari Surabaya ke Bandara Halim Perdanakusuma.

Keesokan harinya koper diantar oleh petugas Citilink tanpa seragam menggunakan sepeda motor. Saya menyerahkan formulir warna. Namun, setelah koper dibuka, ternyata ada beberapa barang, antara lain oleh-oleh dari Lombok, lenyap.

Pada saat itu juga saya langsung menghubungi lewat telepon petugas lost and found Citilink Halim dan dijawab akan disampaikan kepada petugas di Surabaya dan Lombok tanpa memberikan kepastian.

Sampai saat ini, pihak Citilink tidak pernah menghubungi, hanya membalas lewat Whatsapp dengan format jawaban resmi bahwa Citilink tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang dimaksud karena sudah ada pemberitahuan tidak menaruh barang berharga dalam koper/bagasi.

Saya hanya butuh kepastian dan penjelasan, butuh berapa lama melakukan investigasi dan tindak lanjut. Mengecewakan, maskapai sekelas Citilink yang merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia tetapi dari segi pelayanan buruk.

Saya mengantar anak ke Terminal 1 A Bandara Soekarno- Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (5/5). Saya tiba sekitar pukul 05.35 di pintu masuk parkir mobil keberangkatan. Ketika memencet tombol tiket parkir, tiket tidak keluar meski sudah dipencet beberapa kali. Namun, palang pintu otomatis terbuka.

Karena jadwal terbang pesawat Lion pukul 06.00, saya jalan terus. Di sekitar pintu masuk parkir juga sepi dan tidak tampak petugas. Ketika menurunkan koper dan anak saya, tiba-tiba di samping mobil saya ada orang membuka kaca mobil sambil berkata, "Bapak tadi tidak ambil karcis. Nanti waktu keluar didenda Rp 200.000. Saya pernah begitu."

Awalnya saya tidak menghiraukan. Namun, yang bersangkutan berkata lagi, nanti waktu keluar area parkir akan dibantu. Ketika saya akan keluar, petugas loket pembayaran meminta meminggirkan mobil karena saya tidak memiliki karcis parkir. Saya diminta petugas ke kantornya. KTP dan STNK saya dicatat oleh petugas.

Kemudian saya dipersilakan menuju pintu keluar dan petugas loket sudah menyiapkan karcis parkir. Petugas meminta saya membayar Rp 205.000 dengan rincian denda karcis Rp 200.000 dan biaya parkir Rp 5.000. Saya terpaksa membayar.

Mohon pengelola parkir memperhatikan mesin karcis parkir.

Tanggal 27 April 2017 saya membeli tiket pesawat lewat Traveloka karena anggota keluarga butuh tindakan medis di Penang, Malaysia. Tiket pesawat AirAsia tujuan Jakarta-Kuala Lumpur (pukul 18.55-22.00) dan Kuala Lumpur-Penang dengan Malaysia Airlines (pukul 23.45-00.40).

Ketika check in di loket AirAsia Bandara Soekarno-Hatta diinformasikan bahwa pesawat terlambat terbang 40 menit dari jadwal. Saya jelaskan kepada petugas untuk mengejar pesawat berikutnya, tetapi dijawab tidak perlu khawatir karena masih ada waktu untuk berpindah pesawat. Saya percaya dengan penjelasan dari pihak AirAsia.

Ketika sudah menunggu 40 menit ternyata penundaan terbang hingga 1 jam, pesawat lepas landas pukul 20.00 dengan perkiraan waktu terbang 2 jam 20 menit. Ketika saya menginjakkan kaki di KLIA 2 saya langsung menghubungi AirAsia Ground Attendant di pintu kedatangan, meminta bantuan menghubungkan ke pihak Malaysia Airlines tetapi tidak membawa hasil.

Saya berlari-lari sampai meminta izin memotong antrean imigrasi, tetapi pada akhirnya tetap terlambat mengejar penerbangan Kuala Lumpur-Penang dan tiket saya hangus.

Saya mencoba menghubungi pihak AirAsia untuk mencari tahu kompensasi apa yang dapat diberikan, tetapi yang didapat adalah AirAsia tidak memberikan kompensasi apa pun dan meminta saya meminta kompensasi kepada Malaysia Airlines.

Saya naik bus bandara Hiba Utama dari Terminal Depok, Jawa Barat, ke Bandara Soekarno- Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (26/4), dengan jadwal keberangkatan sesuai tiket pukul 12.00. Saya menyerahkan koper ke kondektur dan ditaruh di bagasi bawah.

Tiba di bandara, bus mengantar lebih dahulu penumpang ke Terminal 3, kemudian Terminal 1 dan Terminal 2. Saya turun di Terminal 2E. Ketika kondektur membuka bagasi, ternyata sudah kosong. Koper saya raib. Saya komplain kepada kondektur (bernama Reha), tetapi bus terus berjalan meninggalkan kami berdua.

Yang bersangkutan bolak-balik berjalan kaki sampai ke Terminal 2D. Sementara waktu sudah pukul 15.00, padahal jadwal terbang saya dengan pesawat Garuda GA 818 tujuan Kuala Lumpur pukul 16.15.

Saya telepon istri di Depok untuk melapor ke kantor Hiba Utama di Terminal Depok. Menurut istri saya, dia tidak dipedulikan dengan dalih bahwa tidak ada nama saya dalam daftar penumpang pukul 12.00. Aneh, padahal saya membeli tiket resmi di loket. Istri saya hanya diminta langsung telepon sopir.

Seorang petugas satpam bandara menyarankan untuk melapor ke security on duty SHIA di Terminal IIE. Saya bersama kondektur bus melaporkan kronologi lengkap dengan merek, warna, dan ukuran koper. Koordinator Aviation Security (Avsec) dan timnya di bandara bergerak cepat mengecek CCTV.

Sekitar 10 menit petugas melacak, ditemukan sebuah koper di Terminal 1. Koper lengkap dengan ciri-ciri difoto dan dikirim lewat WA kepada koordinator Avsec Terminal II, Taufik Hidayat. Saya diantar dengan mobil sekuriti ke Terminal II dan ternyata benar koper dimaksud adalah milik saya. Berdasarkan pemantauan petugas, koper diturunkan di Terminal I.

Saya bersama bayi usia 6 bulan terbang dengan Garuda Indonesia GA 713 dari Sydney, Australia, ke Jakarta, membawa satu kereta bayi merek Bugaboo Bee3. Ketika mengambil bagasi, ternyata kereta bayi dimaksud tidak dapat dibuka.

Sudah dilakukan perbaikan dan kereta bayi sudah bisa dibuka, tetapi tidak dapat terkunci otomatis saat posisi terlipat. Sebelum penerbangan, fungsi penguncian masih normal.

Kereta bayi dibeli September 2016 di Sydney dan bukti pembelian dengan nilai tercantum sudah dikirim ke pihak Garuda Indonesia sesuai permintaan. Saya terpaksa harus menggendong bayi selama liburan di Jakarta dan Kuala Lumpur.

Dengan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki oleh teknisi dari pihak Garuda Indonesia dan melihat Garuda Indonesia sebagai 5 Star Airlines, saya meminta Garuda Indonesia bertanggung jawab atas kerusakan kereta bayi yang telah merugikan saya.

Saya terbang dengan Lion Air tujuan Kualanamu (Medan)- Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (16/1). Namun, saya kecewa karena koper saya yang dititip di bagasi rusak pada bagian pegangan roda. Saya komplain dan diterima oleh Bapak Poltak dari Lion Air dan dijanjikan proses perbaikan paling lama dua bulan.

Setelah dua bulan, saya dihubungi bagianlost and found Bandara Soekarno-Hatta yang menyatakan bahwa kerusakan koper baru akan diajukan ke kantor pusat tanggal 10 Maret 2017 dan diminta menunggu satu bulan berikutnya. Setelah satu bulan lebih, saya dihubungi kembali, Kamis (20/4), yang menginformasikan bahwa koper tidak dapat diperbaiki dan akan diganti koper baru.

Sebelumnya, pada Maret 2017, saya sudah e-mail untuk mengirim KTP untuk proses klaim. Hingga saat ini, pihak Lion Air tidak pernah mengirimkan konfirmasi tentang koper pengganti.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2017, di halaman 13 dengan judul "Jatuh Bangun di BandaraIsi Koper Hilang".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger