Apalagi, dalam upaya merebut kota Marawi, kelompok yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) tersebut terlibat baku tembak yang menyebabkan sedikitnya dua tentara dan satu polisi tewas, Selasa lalu. Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempersingkat kunjungannya ke Rusia dan memberlakukan darurat militer di Mindanao sejak Selasa malam.
Anggota kelompok Maute sempat mengibarkan bendera NIIS di jalanan kota itu. Pertempuran pecah di kota Marawi ketika pasukan pemerintah memburu pemimpin milisi, Isnilon Hapilon. Hapilon merupakan salah seorang pemimpin kelompok teroris Abu Sayyaf dan disebut-sebut bersembunyi di Marawi. Baik kelompok Maute maupun kelompok Abu Sayyaf berafiliasi dengan NIIS.
Situasi kota Marawi mencekam. Sejumlah bangunan dibakar dan sejumlah warga disandera kelompok Maute. Kekerasan, ketakutan, dan meningkatnya ekstremisme di Marawi memaksa ribuan dari sekitar 200.000 warga kota itu mengungsi. Sampai hari Kamis, pertempuran sporadis terus terjadi di Marawi. Jumlah korban sudah mencapai 31 militan, 11 tentara, dan 2 polisi.
Untuk menekan dan merebut kembali kota Marawi, Pemerintah Filipina mengerahkan tentara besar-besaran didukung tank dan helikopter serbu. Sepanjang Kamis lalu, tentara menggelar serangan atas posisi Maute dan polisi memeriksa pengguna jalan di Marawi.
Abdullah dan Omar Maute, dua bersaudara yang mendirikan kelompok Maute, memiliki kedekatan dengan Indonesia. Omar bahkan menikahi perempuan asal Indonesia, putri Ustaz Sanusi, yang tewas ditembak aparat Filipina tahun 2012. Jaksa Agung Jose Calida membenarkan bahwa warga Indonesia dan Malaysia terlibat dalam pertempuran di Marawi.
Bukan pertama kali warga Indonesia terlibat dalam kelompok teroris di Filipina selatan. Banyak pentolan teroris di Indonesia sempat "magang" di Filipina selatan. Penyergapan terhadap sembilan teroris oleh polisi Indonesia, Maret 2017, menunjukkan kedekatan mereka dengan kelompok radikal di Filipina selatan ini.
NIIS telah mempersatukan kelompok radikal di Filipina selatan. Dengan cara ini, kekuatan mereka seolah berlipat dan dapat saling melindungi. Inilah yang membuat Duterte agak kerepotan, tidak segampang ia menghadapi penjahat narkoba.
Indonesia harus mewaspadai serangan besar-besaran oleh Pemerintah Filipina terhadap kelompok radikal ini. Sangat mungkin anggota militan yang terjepit untuk sementara melarikan diri ke Indonesia, tempat banyak teman dengan kesamaan ideologi bertempat tinggal.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Waspadai Rembesan dari Marawi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar