Dengan dalih kompromi, Panitia Khusus DPR berencana menambahkan komposisi pimpinan MPR dari lima menjadi sebelas orang, pimpinan DPR ditambah dari lima menjadi tujuh orang, dan pimpinan DPD dari tiga menjadi lima orang.
Dalih mencapai titik kompromi dengan membengkakkan pimpinan MPR menjadi sebelas orang jelas tak punya dasar argumentasi yang kuat. Peran dan fungsi pimpinan MPR tidak terlalu jelas. Penambahan kursi pimpinan MPR terlalu berlebihan dan membebani anggaran negara.
Mengutip penjelasan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo, usulan penambahan kursi pimpinan MPR merupakan hasil lobi tingkat tinggi pimpinan partai politik. "Dalam politik ada kepentingan dan harus ada kompromi. Kalau tidak, ya tidak selesai," kata Firman dalam berita Kompas, 23 Mei 2017.
Publik mencibir upaya mencari kompromi dilakukan dengan cara membagi kue kekuasaan, tanpa ada pendefinisian fungsi yang jelas bagi masyarakat. Pembahasan perubahan UU MD3 menjadi ajang untuk bagi-bagi kekuasaan menyusul "kecelakaan" sejarah dalam Sidang Paripurna DPR tahun 2014.
Persaingan Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat membuat partai pemenang pemilu, PDI-P, tidak punya wakil di pimpinan DPR ataupun pimpinan MPR. Kondisi ini terasa ironis karena saat ini ada sosok wakil ketua DPR yang tidak punya partai politik karena DPP partai politik telah memberhentikan yang bersangkutan. Sebelum pemilihan ketua DPR dilakukan, DPR periode 2009-2014 mengubah cara pemilihan pimpinan DPR dari sistem proporsional menjadi sistem paket.
Revisi UU MD3 yang didasari semangat memberikan kursi kepada partai pemenang pemilu harus dibayar dengan permintaan menambah kursi pimpinan MPR menjadi sebelas orang. Kita menyayangkan pembahasan perubahan UU MD3 lebih terfokus hanya pada pembagian kursi pimpinan.
DPR seharusnya memikirkan bagaimana perubahan UU MD3 bisa memperbaiki kinerja DPR di bidang pengawasan, anggaran, dan pembuatan undang-undang. Bagaimana UU MD3 mewajibkan anggota DPR untuk melakukan konsultasi dengan konstituen sebelum mengambil keputusan politik apa pun. Bagaimana UU MD3 mengatur standar kepantasan sosok seorang anggota DPR yang terbelit dalam kasus hukum. Langkah DPR yang justru ingin menambahkan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD jelas melawan rasionalitas publik dan hanya akan mendapat cibiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar