Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 29 Juni 2017

Menyoroti Pelaksanaan Awal Bantuan Pangan Nontunai (M HUSEIN SAWIT)

Akhir Februari lalu di Cibubur, Jakarta Timur, Presiden Joko Widodo  meluncurkan program baru, bantuan pangan nontunai. Presiden berpesan agar program ini lebih efektif dan tepat sasaran.

Bantuan pangan nontunai (BPNT) ini merupakan tahap awal dari transformasi program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang telah berjalan lebih dari 15 tahun.  Program raskin yang dilaksanakan Bulog akan dihapus, penghapusan ini menurut rencana akan dipercepat mulai Juli 2017. Bulog nantinya diminta untuk berkonsentrasi pada pelaksanaan stabilisasi harga pangan dan mengelola cadangan beras pemerintah.

Program BPNT pada tahun ini dilaksanakan di 44 kota, dan pada tahun 2018 direncanakan akan melayani seluruh kabupatan/kota. Melalui program BPNT tersebut, pada 2017 pemerintah menyalurkan dana berasal dari anggaran raskin sebanyak Rp 1,6 triliun untuk 1,432 juta keluarga penerima manfaat (KPM). KPM akan menerima bantuan melalui rekening tabungan di bank sebanyak Rp 110.000 per KPM per bulan.

Bank yang bergabung dalam Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) menyiapkan kartu keluarga sejahtera (KKS) elektronik untuk KPM.  KPM akan menukar voucer elektronik di e-warong, rumah pangan kita (RPK), dan agen bank.  Pemerintah menjatahkan dua komoditas pangan, yaitu beras (10 kilogram) dan gula (2 kg) per KPM per bulan, dan tidak diperbolehkan diuangkan tunai.  

Sebelum program ini diluncurkan, pemerintah melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah melakukan uji coba secara terbatas pada September-Oktober 2016 tentang voucer pangan yang kemudian diberi nama BPNT. Masih terlalu dini untuk menilai program ini, tetapi tidak ada salahnya  juga masyarakat memahami sepak terjang program baru ini sejak awal agar masyarakat luas dapat mengawal efektivitas dan ketepatan sasaran program.

Pada umumnya,  bantuan uang tunai lebih sulit dipantau masyarakat karena mereka tidak melihat langsung wujudnya. Juga sulit mendapatkan dukungan politis untuk waktu lama, karena dianggap sarat dengan kepentingan partai yang berkuasa.

Melenceng dari uji coba

Implementasi program ini ternyata jauh bergeser dari rekomendasi hasil uji coba TNP2K. Sebut saja di antaranya, penyiapan data terbaru penerima manfaat. Keterlambatan implementasi program ini terletak pada hal ini, data by name dan by address  yang disuplai oleh Kementerian Sosial sebagai pelaksana program sangat jauh berbeda dengan data di lapangan.

Akibatnya, bank belum berani mengeluarkan KKS. Kementerian Sosial diduga masih menggunakan basis data terpadu yang lama, padahal telah ada data yang terbaru tahun 2015. Walaupun data baru, tetapi tetap perlu diverifikasi ulang.

Masalah data penerima manfaat selalu menjadi persoalan serius dalam bantuan pangan terarah. Tampaknya masalah yang dialami pada program raskin terus berlanjut dalam program ini sehingga potensi bocor ke luar rumah tangga sasaran cukup tinggi. Pertanyaannya adalah, ke mana dan mengapa basis data terpadu mutakhir yang telah disiapkan dengan susah payah tidak dipakai?  

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji coba ditemukan agen/warung/toko belum memadai jumlahnya sehingga satu agen/warung melayani lebih dari 150  penerima manfaat. Di setiap kelurahan/desa harus ada minimal dua agen/warung/toko, mencegah timbul masalah dalam alat transaksi elektronik.

Tampaknya, pada saat sekarang baru ada dua gerai yang dipercaya pemerintah sebagai penyalur BPNT, yaitu e-warong binaan Kementerian Sosial, dan RPK binaan Bulog.  Tampaknya RPK lebih siap melayani  program, karena telah ada sekitar tiga tahun lalu, walaupun belum meluas tempat usahanya. Sebaliknya e-warong, keberadaannya sangat dipaksakan, bertambah pesat dalam waktu singkat.

Pada uji coba yang dilakukan TNP2K, pangan yang diberikan  tidak hanya beras, tetapi juga telur atau susu. Masalah utama gizi keluarga miskin adalah defisit gizi makro, terutama protein, di samping gizi mikro tentunya.

Beras dan gula sama-sama menyumbangkan banyak karbohidrat, padahal kekurangan karbohidrat pada masyarakat miskin umumnya tidaklah terlalu parah dibandingkan dengan kekurangan protein. Pemberian 2 kg gula per KPM per bulan kurang tepat dalam usaha memperbaiki keseimbangan gizi. Kalau  terlalu banyak konsumsi  gula tentu kurang baik buat kesehatan, atau berpotensi dijual oleh penerima karena memang kurang dibutuhkan.

Pemerintah perlu menyempurnakan pelaksanaan BPNT, terutama dalam hal-hal berikut. Pertama, koordinasi antarkementerian/lembaga dalam pelaksanaan BPNT harus berjalan baik. Jangan seolah-olah program ini milik satu kementerian sebagai kuasa penggunaan anggaran. Jangan pula timbul anggapan, kepentingan bank yang lebih menonjol dalam memanfaatkan kucuran dana BPNT. 

 Kedua, data KPM harus mendapat perhatian lebih, sebaiknya lebih banyak menggunakan keahlian dan sumber daya dari lembaga yang telah lama bergelut dengan basis data terpadu.

Ketiga, perekrutan agen/warung/toko di luar dari e-warong dan RPK sangat minim sehingga belum timbul kompetisi yang dapat menggerakkan ekonomi rakyat secara berkelanjutan.

Keempat, pemberian gula perlu "direm" agar jangan terlalu banyak dan sebaiknya dialihkan ke telur dan minyak goreng.

M HUSEIN SAWIT

Pengamat Kebijakan Pangan; Pendiri House of Rice

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juni 2017, di halaman 7 dengan judul "Menyoroti Pelaksanaan Awal Bantuan Pangan Nontunai".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger