Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 07 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Gejolak Politik di Timur Tengah (Kompas)

Pemutusan hubungan diploma- tik oleh tujuh negara di kawasan membuat Qatar terisolasi. Pemutusan ini juga mengubah peta politik Timur Tengah.

Dimotori Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, pemutusan hubungan diplomatik kemudian diikuti Mesir, Libya, Yaman, dan Maladewa. Di satu sisi, Qatar dianggap dekat dengan kelompok teroris, seperti Al Qaeda dan Ikhwanul Muslimin (IM), tetapi Qatar membantahnya. Di sisi lain, Qatar dinilai terlalu dekat dengan Iran.

Peristiwa serupa terjadi pada Maret 2014. Saat itu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain menarik duta besarnya dari Doha sebagai protes atas kebijakan Qatar yang menyimpang dari kebijakan Dewan Kerja Sama Teluk.

Setelah mengumumkan pemutusan hubungan diplomatiknya, negara-negara tersebut dengan cepat menutup perbatasannya dengan Qatar, termasuk wilayah udara dan laut. Padahal, Qatar mengimpor sekitar 40 persen bahan pangan dari negara tetangga. Akibat pemutusan itu, bursa saham di Qatar turun hingga 7,27 persen.

Retaknya hubungan Qatar dan negara Teluk terjadi setelah terjadi Musim Semi Arab. Qatar memilih mendukung IM, berbeda dengan negara Arab lainnya. Hal itu diperburuk oleh pernyataan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani bahwa Qatar punya hubungan baik dengan Iran dan Israel. Sheikh Tamim juga menyebutkan, Iran punya kapasitas di tingkat regional dan dunia Islam yang tak mungkin diabaikan serta tidak bijak melakukan eskalasi ketegangan dengan Iran. Pernyataan itu dirilis kantor berita Pemerintah Qatar, QNA, Selasa (23/5).

Sheikh Tamim yakin, dengan penduduk 2,6 juta jiwa dan pendapatan per kapita 68.900 dollar AS, Qatar dapat memainkan peran yang lebih strategis di kawasan. Akibatnya, Sheikh tidak segera meredam kemarahan negara-negara tersebut hingga memutuskan hubungan diplomatik pada Senin (5/6). Kuwait, Turki, dan Sudan mencoba memediasi krisis diplomatik terbesar di kawasan sejak Perang Teluk 1991 ini.

Pemutusan hubungan ini terjadi dua pekan setelah Presiden AS Donald Trump berkunjung ke Arab Saudi. Di depan pemimpin negara Islam dan Arab di Riyadh, Trump sepakat meningkatkan kerja sama dengan Arab Saudi dan Mesir untuk melawan terorisme.

Diduga Arab Saudi berani melakukan ini setelah mendapat jaminan dari AS yang ingin melihat Doha tetap bersama Arab Saudi dan kawan-kawan. Apakah AS sanggup menyelesaikan masalah ini jika terjadi eskalasi mengingat Qatar punya hubungan ekonomi cukup erat dengan Iran, yang selama ini jadi "musuh" AS.

Kedekatan Qatar dan Iran cukup mengejutkan. Iran menganut Syiah dan Qatar mendukung kelompok Sunni radikal, seperti IM. Apakah krisis ini akan meningkat? Apakah peta politik kawasan akan berubah dan menjadi lebih rapuh?

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Gejolak Politik di Timur Tengah".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger