Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Mengantisipasi Kekeringan 2017 (Kompas)

Jika menganut pola lama, tak disangsikan lagi bahwa sekarang ini cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.

Memang ada banyak wacana perubahan iklim sehingga tahun lalu kita mengenal apa yang disebut "musim kering yang basah". Akan tetapi, udara gerah dan kekeringan di berbagai tempat menegaskan, Juni adalah musim kering.

Seperti kita baca di harian ini, Senin (12/6) kemarin, lahan pertanian di sejumlah daerah sudah mengalami kekeringan.

Pada Maret lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memprediksi, awal musim kemarau adalah Mei, Juni, Juli. Memang diramalkan ada El Nino lemah pada Juli dan Agustus, yang membuat kekeringan lebih terasa, meski tidak akan separah 2015.

Untuk menanggulangi kekeringan, petani antara lain telah menggunakan pompa, meski hasilnya tidak begitu memuaskan. Di Jabar, petani berharap air Waduk Jatigede bisa mengairi sawah mereka untuk mencegah kekeringan.

Pertanian dewasa ini memang dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Pertama, perubahan iklim sering mengubah waktu dan curah hujan. Bisa terjadi pada musim yang seharusnya kemarau seperti sekarang, tiba-tiba muncul gejala La Nina yang diasosiasikan dengan turunnya hujan. Ini bisa merepotkan petani, dalam memilih tanaman apa yang harus ditanam—yang perlu air banyak, atau yang perlu air sedikit.

An inconvenient truth seperti disampaikan mantan Wakil Presiden AS Al Gore secara harfiah memang menghadapkan petani dan umat manusia pada realita baru yang pahit, tidak mengenakkan. Ada banyak hal baru yang harus kita pahami dan kerjakan.

Di tengah persoalan yang dihadapi para petani, mulai santer lagi berita tentang kebakaran hutan. "Penyakit lama" ini tampak meruyak lagi diagitasi oleh udara kering.

Mumpung gejala belum parah, kita ingin mengingatkan, untuk kedua tantangan yang dihadapi, yakni kekeringan di lahan pertanian dan kebakaran hutan, pemerintah sudah harus melakukan langkah dan tindakan nyata.

Untuk para petani di daerah sentra beras, selain mengoptimalkan teknologi dan infrastruktur yang ada, langkah proaktif perlu segera diambil. Jika hujan buatan berpotensi membantu, apa salahnya kita persiapkan teknologi ini. Lalu untuk kebakaran hutan, jika memang cuaca kering akan datang konsisten, apa salahnya mempersiapkan operasi preventif, juga pesawat pengebom air bilamana upaya preventif gagal.

Jangan sampai terulang bencana datang dan kita tampak tak berdaya dan hanya bisa mencetuskan kebijakan yang too little, too late.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Mengantisipasi Kekeringan 2017".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger