Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 23 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Sebuah Isyarat dari Arab Saudi (Kompas)

Pengangkatan Pangeran Mohammad bin Salman sebagai putra mahkota Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah isyarat tentang perubahan.

Pangeran Mohammad bin Salman bin Abdulaziz al-Saud (32) menggantikan posisi Pangeran Mohammad bin Nayef bin Aldulaziz al-Saud (57). Pangeran Nayef adalah keponakan raja. Dia sebelumnya menduduki jabatan selain putra mahkota juga deputi perdana menteri dan menteri luar negeri, serta ketua kontra-terorisme. Sejak hari Rabu lalu, semua jabatan tersebut diserahkan kepada Salman, termasuk jabatan menteri pertahanan.

Keputusan Raja Salman tersebut didukung oleh 31 dari 34 anggota Dewan Kesetiaan, yakni lembaga yang beranggota para senior—sesepuh—dari keluarga Al-Saud, pendiri Kerajaan Arab Saudi. Pengangkatan Mohammad bin Salman menjadi putra mahkota memiliki banyak arti.

Pertama, keputusan tersebut menandai perubahan sistem pewarisan takhta kerajaan: bukan lagi kepada saudara laki-lakinya, seperti yang terjadi sejak awal mulai, tetapi kepada anak laki-lakinya langsung. Kedua, keputusan Raja Salman adalah sebuah isyarat konsolidasi kekuatan dan kekuasaan. Apalagi, Mohammad bin Salman memegang beberapa jabatan penting dan strategis termasuk menteri pertahanan. Ketiga, pengangkatan Mohammad bin Salman sebagai jawaban Raja Salman terhadap konflik, instabilitas, dan ketegangan yang terjadi di Timur Tengah akhir-akhir ini yang melibatkan Arab Saudi.

Mohammad bin Salman dikenal sebagai sosok yang terlibat langsung dalam penyerangan militer ke Yaman, isolasi diplomatik terhadap Qatar, dan perombakan perekonomian Arab Saudi untuk membuat Arab Saudi tidak lagi tergantung pada minyak. Mohammad bin Salman juga dikenal sebagai sosok yang menganut kebijakan luar negeri yang tidak cocok dengan Iran.

Dengan demikian, naiknya Mohammad bin Salman sebagai putra mahkota menandai atau memberikan isyarat akan beralihnya kebijakan luar negeri Arab Saudi dari yang "serba hati-hati" ke kebijakan yang lebih agresif, terutama terhadap Iran yang dipandang sebagai saingan utamanya di kawasan Timur Tengah.

Ke depan, kita akan menyaksikan kawasan Timur Tengah yang lebih keras persaingannya—sekurang-kurangnya antara Arab Saudi dan Iran yang berebut pengaruh. Ini berarti, akan menambah ketidakstabilan kawasan, di tengah konflik yang belum selesai di sejumlah negara. Meskipun realitas politik bisa jadi akan mendorong tokoh muda yang akan berkuasa di Arab Saudi untuk menciptakan perdamaian dan membangun negara yang lebih demokratis sesuai tuntutan zaman.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Sebuah Isyarat dari Arab Saudi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger