Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 15 Agustus 2017

72 Tahun Merdeka//Jalan Gelap di Kabupaten Garut//Listrik dan Rakyat (Surat Kepada Redaksi Kompas)

Saya lahir tahun 1945, tiga bulan sesudah naskah proklamasi dibacakan Bung Karno. Tumbuh di masa awal merdeka, dikelilingi beberapa orang yang saat itu ikut berperan dalam gejolak perubahan, membawa tertanamnya tata nilai yang sesuai dengan zaman.

Keterkungkungan dalam menyampaikan pendapat dialami rakyat Indonesia sejak Dekrit Presiden 1959 yang mengantar Presiden Soekarno menjalankan pemerintahan bergaya diktator. Setelah 1965, masyarakat lepas dari keterkungkungan. Namun, kurun waktunya terlalu singkat sebab Presiden Soeharto secara bertahap membangun Orde Baru yang juga otoriter.

Pemilu semu senantiasa dimenangi Golkar, mengukuhkan kekuasaan otoriter Soeharto. Limpahan sumber daya alam menyejahterakan golongan menengah ke atas yang permisif terhadap perilaku koruptif, khususnya di tingkat birokrasi tertinggi. Tiga puluh tahun waktu yang cukup panjang melahirkan generasi bersemangat pragmatisme.

Tata nilai berubah dan, seperti dikemukakan Domenec Mele, membentuk kelompok masyarakat permisif terhadap korupsi. Pembangunan kesejahteraan fisik yang semu dibarengi dengan kerusakan akhlak yang cukup dalam berlangsung selama Orde Baru. Mele dengan tepat mengelompokkan perilaku koruptif ini sebagai personal, kultural, institusional, dan organisasional. Secara bersamaan unsur-unsur itu menguatkan pembentukan masyarakat dengan tata nilai permisif terhadap korupsi.

Ali Sadikin menyitir bahwa sumber kehancuran republik ini adalah korupsi. Melihat ke negara lain membuat kita terdorong membenarkan pendapat Ali Sadikin. Saat ini pembuktian terbalik tak pernah digunakan, malah para tersangka korupsi dan konco-konconya berlindung di balik kaidah praduga tidak bersalah.

Semoga saat 72 tahun merdeka, Republik Indonesia dinakhodai dengan semangat kuat dan bersungguh-sungguh melawan korupsi sistemik itu. Dirgahayu RI.

HADISUDJONO SASTROSATOMO

Jalan Pariaman No 1, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan

Jalan Gelap di Kabupaten Garut

Saya mahasiswa Uniga yang sedang menjalankan program kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Sakawayana, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saya mengeluhkan ihwal tiadanya penerangan jalan di Ci Rawa menuju pusat Desa Sakawayana. Pada malam hari jalan menuju Desa Sakawayana sulit dilalui karena, selain tidak ada penunjuk jalan, juga tanpa penerangan yang membuat rakyat di sana terbatas beraktivitas.

Sepanjang jalan menuju Desa Sakawayana adalah kegelapan ekstrem—dari rumah ke rumah yang jauh—dan membuat jalan sepi serta rawan kejahatan. Warga harus membawa penerangan sendiri untuk pulang ke rumah, pergi ke masjid, atau menjalankan aktivitas lain.

Saya mohon Pemerintah Kabupaten Garut segera memasang penerangan jalan di sana agar aktivitas warga tak terhambat.

SITI RAHMI WASLIA

KKN Tematik Uniga Desa Sakawayana, Fikom Universitas Garut

Listrik dan Rakyat

Sebagai pelanggan listrik PT PLN Distribusi Banten Area Teluk Naga dengan ID 546500 826102, saya benar-benar merasa dizalimi. Tanpa pemberitahuan sama sekali, pada Selasa (8/8) tiba-tiba petugas PLN datang di rumah saya memutus aliran listrik dengan memasang segel. Waktu itu rumah kosong sebab saya dan istri sedang bekerja. Alasan PLN: rekening listrik terlambat dua bulan (Juli dan Agustus) sebesar Rp 852.000. Padahal, sesungguhnya jatuh tempo baru 20 Agustus.

Yang menjadi pertanyaan saya, kalau listrik mati berjam-jam sehingga semua pekerjaan kami jadi kacau, mengapa Dirut PT PLN Sofyan Basyir atau anak buahnya tak pernah minta maaf kepada rakyat Indonesia. Mereka merasa tak bersalah! Sebaliknya, ketika rakyat kecil seperti saya dan jutaan orang lain terlambat membayar rekening listrik, tanpa pemberitahuan listrik di rumah kami langsung diputus, bahkan dengan ancaman membongkar instalasi listrik di rumah.

Dirut PT PLN dan anak buahnya sama-sama arogan. Sebaliknya, Presiden Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang merakyat dan rendah hati terhadap wong cilik.

ABDUL HALIM

Perum Taman Walet WRC 3, Blok 8 Nomor 16, Sindangsari, Pasar Kemis, Tangerang, Banten

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Agustus 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger