Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 31 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Haji dan Hubungan Sesama (Kompas)

Alquran menyebut tiga larangan untuk dikerjakan oleh jemaah calon haji, khususnya setelah berpakaian ihram. Salah satunya berbantah-bantahan.

Hari ini seluruh jemaah calon haji melakukan wukuf di Arafah, yang merupakan salah satu rukun haji. Kehadiran jemaah di Arafah wajib hukumnya, tidak bisa diwakilkan, sehingga ada sebutan safari wukuf bagi orang yang sedang mengalami sakit berat. Nabi Muhammad SAW menegaskan, haji adalah (wukuf) Arafah.

Di Tanah Air, beberapa hari menjelang wukuf, ramai dibicarakan terungkapnya produsen konten hoaks. Polisi menyatakan, konten hoaks diproduksi untuk kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan. Presiden Joko Widodo meminta aparat mengungkap tuntas masalah itu.

Konten hoaks menimbulkan efek negatif, bahkan tidak jarang menimbulkan perdebatan sengit. Berdebat atau berbantah-bantahan terkait dengan pengendalian diri. Oleh sebab merasa diri paling tahu, paling benar, dan paling-paling yang lain, membuat perdebatan tidak jarang menimbulkan permusuhan.

Mungkin karena inilah berdebat atau berbantah-bantahan dilarang bagi para jemaah calon haji. Dengan pakaian ihram (dua kain lembar putih tanpa jahitan) saat wukuf di Arafah, mencerminkan kesamaan semua makhluk di hadapan Allah Yang Maha Esa. Sebaliknya, berdebat yang disertai ego akan membuat perbedaan semakin tajam.

Semangat kesamaan di hadapan Tuhan dan melihat perbedaan sebagai karunia inilah yang seharusnya menjadi "oleh-oleh" jemaah haji ketika kembali ke Tanah Air. Dengan bekal ini, seorang yang bergelar haji tidak lagi gampang menyalahkan, menghasut, apalagi menghina sesama manusia ciptaan Tuhan, apalagi sesama Muslim.

Seorang haji juga bersedia berbagi sesuatu yang disenanganinya. Nabi Ibrahim AS bersedia "membuang" anaknya, Nabi Ismail AS, ke daerah tandus (Mekkah), bahkan "mengurbankan" demi ketaatan dan kepatuhan kepada Sang Maha Pencipta. Kewajiban berkurban mencerminkan kebesaran jiwa untuk tunduk dan patuh pada perintah Tuhan, sekaligus kesediaan berbagi.

Semangat egaliter dan pengurbanan terasa ringan dilaksanakan jika seseorang dapat mengendalikan egonya. Perasaan lebih pintar, lebih takwa, lebih baik, lebih tahu, dan lebih-lebih yang lain kadang kala membawa kita pada perasaan lebih unggul. Jemaah calon haji sering terjebak pada perasaan seperti di atas.

Seluruh jemaah haji ingin meraih haji mabrur (yang diterima oleh Allah SWT) setelah pulang kembali ke Tanah Air. Yang perlu diingat, Tuhan menempatkan hubungan dengan sesama sebagai kriteria haji mabrur bertujuan agar sikap baik dan menghargai sesama menjadi semangat hidup kita bersama.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Haji dan Hubungan Sesama".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger