Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 30 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Literasi Digital Jadi Mendesak (Kompas)

Revolusi digital yang melahirkan media sosial telah menciptakan keguncangan. Di media sosial semua orang bisa memproduksi konten apa pun.

Keguncangan juga terjadi di Indonesia. Saracen pemicunya. Saracen dituduh sebagai produsen konten dengan imbalan komersial. Sayangnya, konten yang diproduksi Saracen adalah konten negatif, berupa fitnah, kebohongan, dan konten SARA. Konten yang tidak produktif bagi bangsa ini, menurut penyelidikan kepolisian, dipesan untuk kepentingan politik kekuasaan atau pemilu.

Saracen merupakan bagian hilir dari sejumlah permasalahan. Polri sedang menyelidiki siapa di balik Saracen dan siapa pemesan konten negatif dari Saracen. Tiga orang dikabarkan telah ditangkap. Sejumlah orang akan diperiksa. Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Polri mengungkap tuntas kasus itu.

Biarlah proses hukum berjalan sesuai dengan aturan hukum, tanpa harus mengintimidasi kemerdekaan menyampaikan pendapat dan kritik. Namun, pendapat dan kritik harus tetap sesuai dengan hukum dan kesopanan.

Dalam konteks itu pulalah, kita sependapat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Gubernur Lemhannas Agus Widjojo untuk menggiatkan literasi digital. Literasi digital harus melibatkan semua komponen masyarakat untuk menyiapkan masyarakat agar bisa berpikir kritis menyikapi informasi yang berlimpah. Mendidik masyarakat untuk bersikap skeptis terhadap konten negatif yang melimpah di dunia maya.

Peran organisasi keagamaan, organisasi politik, dan juga organisasi profesi diperlukan untuk melawan konten negatif. Kampanye bersama melawan hoaks harus dilakukan berkelanjutan. Masyarakat juga harus dipersiapkan untuk bisa melawan konten negatif dengan melaporkan kepada penyedia platform.

Kehadiran produsen konten, apakah konten positif ataupun konten negatif, difasilitasi penyedia platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, Telegram, dan Google. Dengan makin kayanya konten di platform itu memungkinkan hadirnya bisnis yang menggiurkan. Penyedia platform menikmati keuntungan dengan konten yang diproduksi masyarakat. Di sinilah sebenarnya tanggung jawab moral penyedia platform dituntut.

Tidak boleh atas nama kebebasan demi kebebasan, penyedia platform merasa tidak bertanggung jawab terhadap kehadiran konten negatif yang merusak. Menjadi tugas pemerintah untuk memaksa penyedia platform ikut bertanggung jawab terhadap kehadiran konten-konten negatif. Pemerintah Indonesia punya kewenangan untuk memaksa penyedia platform agar ikut bertanggung jawab terhadap konten yang disalurkan melalui platform yang mereka punyai.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Literasi Digital Jadi Mendesak".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger