Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 September 2017

Peran Indonesia Sudah Tepat//Defisit Air di NTB//Sistem Searah dan Macet di Depok (Surat Pembaca Kompas)

Peran Indonesia Sudah Tepat

Opini Redi Panuju, "Jurnalisme Konflik Rohingya", di Kompas edisi 6 September lalu mencoba mengkritik media di Indonesia yang acapkali tak berimbang memberitakan peristiwa, terutama terkait dikotomi propluralisme dan antipluralisme.

Tragedi kemanusiaan yang makan korban kaum minoritas Rohingya (sekitar 500.000 warga Muslim Rohingya terpaksa mengungsi ke perbatasan Banglades akibat konflik yang melibatkan kaum militan Rakhine versus pasukan Pemerintah Myanmar), menurut Redi, adalah poin masuk bagi jurnalis Indonesia membuktikan tuduhan miring ihwal Islam yang kerap dikonotasikan sebagai intoleran dan radikal. Yang terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dengan gamblang menunjukkan bahwa yang terbukti intoleran, barbar, dan radikal adalah otoritas Myanmar.

Tragedi kemanusiaan Myanmar kini mendunia. Respons cepat Pemerintah Indonesia melalui diplomasi maraton menteri luar negeri terbaiknya dan pengiriman bantuan kemanusiaan berupa logistik dan perlengkapan yang dibutuhkan warga Rohingya merupakan tindakan tepat yang patut diapresiasi. Peran Indonesia mewujudkan perdamaian di Myanmar menuai banyak dukungan dalam tingkat internasional.

Saya tak sependapat dengan bagian opini Redi yang menyatakan bahwa pemerintah terlambat menyatakan sikap terkait krisis kemanusiaan Rohingya. Poin saya: Redi juga harus obyektif menilai fakta yang ada. Nyatanya, Pemerintah Indonesia sudah sigap, cekatan, dan proaktif menyikapi konflik dan kekerasan yang terjadi di Rakhine.

Otoritas Indonesia telah membuktikan dengan tindakan nyata, baik melalui pernyataan resmi kenegaraan,diplomasi, maupun bantuan riil kemanusiaan.Fakta apa lagi yang mau didustakan? Be a wise writer!

MOH ZAHIRUL ALIM

Pegiat Kajian Internasional, Alumnus HI Unibraw, Malang

Defisit Air di NTB

Wilayah Nusa Tenggara Barat, khususnya Lombok Tengah bagian selatan dan Lombok Timur bagian selatan, sedang kekeringan. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, saat ini lebih dari 3,9 juta orang di 105 kabupaten/kota di Jawa dan NTB kekeringan (Kompas, 14/9).

Terkait hal itu, berdasarkan berita Suara NTB edisi 15 September lalu, warga masyarakat membeli air dengan harga per tangki Rp 150.000 hingga Rp 300.000. Kami harap Pemerintah Provinsi NTB lebih peka melihat kondisi ini sebab air merupakan kebutuhan primer untuk menghidupi manusia supaya bisa makmur, terlebih lagi petani. Semoga dampak kekeringan ini tidak berlarut ke tahun-tahun selanjutnya.

AHMAD VIQI WR

Dusun Bilekedit Utara, Babussalam, Gerung, Lombok Barat, NTB

Sistem Searah dan Macet di Depok

Tanggal 29 Juli 2017 adalah hari pertama pemberlakuan sistem satu arah di Jalan Dewi Sartika dan Jalan Nusantara di Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Pemberlakuan sistem itu untuk mengurai macet. Namun, menurut saya, hal itu justru memperparah macet di Jalan Dewi Sartika dan sekitarnya.

Macet disebabkan kendaraan dari Sawangan dan Citayam yang menumpuk di Jalan Margonda dan Jalan Arif Rahman Hakim sebagai titik putar balik akibat dijadikannya Jalan Dewi Sartika dan Jalan Nusantara satu arah. Macet menular ke jalan lingkungan permukiman. Tak hanya di jalan protokol.

Kota Depok tak pernah berhenti macet. Sabtu dan Minggu sama saja dengan hari-hari kerja. Sejak pemberlakuan sistem satu arah itu, saya menghabiskan waktu dua jam dari Citayam menuju kampus IISIP. Sebelumnya hanya satu jam.

Faktor lain yang memperparah kemacetan ialah banyaknya proyek galian yang belum selesai di Jalan Pitara.

Tujuan Pemerintah Kota Depok menerapkan sistem satu arah adalah mengurangi macet di Jalan Dewi Sartika. Di sana tersua pasar tradisional dan baru- baru ini muncul pusat belanja Transmart Depok. Alangkah baik jika Pemkot Depok memperhatikan dampak sistem satu arah ini setelah beberapa bulan diterapkan.

Di Jalan Dewi Sartika terdapat pelintasan kereta api dengan frekuensi saban 5-10 menit. Mengapa di pelintasan itu tidak dibangun jalan layang sampai ke Jalan Siliwangi, seperti yang sudah dibangun di Jalan Arif Rahman Hakim?

SYARACH SYAHFIRA

Mahasiswa Jurnalistik IISIP, Jakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger