Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 26 Oktober 2017

Pejabat Publik dan Sejarah//Sampah, Pantai, dan Padang//Kemacetan di Pasar Gembrong (Surat Pembaca Kompas)

Pejabat Publik dan Sejarah

Di berbagai siaran televisi 17 Oktober dan Kompas edisi 18 Oktober dikutip pidato Gubernur DKI Anies Baswedan: "Jakarta adalah kota yang paling merasakan penjajahan. Kota-kota lain, kan, tidak melihat Belanda dari dekat. Yang lihat Belanda dari dekat siapa? Jakarta."

Pernyataan itu memberi kesan seolah-olah Jakarta merupakan kota paling menderita dan paling tahu penjajahan Belanda. Hal itu perlu diuji kebenarannya dengan fakta sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.

Pertama-tama penguasaan dan monopoli perdagangan rempah-rempah dari sejumlah pulau di Maluku pada abad XVII diwarnai oleh kekerasan dan darah oleh pihak Belanda (VOC). Aceh sebagai wilayah Indonesia terakhir yang ditundukkan Belanda pada ujung abad XIX bersimbah darah dan air mata, di samping penuh kepahlawanan rakyat yang berlawan.

Belanda selalu menggunakan politik divide et impera, politik pecah belah dan kuasai. Itulah sedikit fakta sejarah.

Saya lahir dan besar di sebuah kota kecil Kewedanaan Wlingi di Jawa Timur. Pada pengujung 1930-an dan permulaan 1940-an saya menyaksikan adanya sekolah Belanda (Europeesche Lagere School) dengan gedung terbaik dibandingkan dengan sekolah lain yang sebagian besar muridnya anak-anak orang Belanda dan orangtuanya para pemilik dan pegawai perkebunan, pabrik-pabrik gula, perusahaan susu, serta anak-anak pejabat, seperti kepala polisi dan kepala kantor pos. Tentu saja keadaan itu juga terjadi di kota-kota lain di seluruh Indonesia. Itulah fakta yang sebagian saya lihat dan saya alami sendiri.

Pada hemat saya, para pejabat publik perlu memahami sejarah bangsanya sendiri dengan lebih baik agar dapat memetik pelajaran dengan benar, menebarkan persatuan, bukan malah atas nama sejarah menebarkan perpecahan.

Harsutejo, Kemang Pratama, Bekasi, Jawa Barat

Sampah, Pantai, dan Padang

Ucapan terima kasih saya ucapkan kepadaKompas karena telah menampilkan kawasan pantai Padang yang sangat kotor pada harian Kompas edisi 11 Oktober 2017.

Setelah berita tersebut muncul, setiap hari ada saja kelompok-kelompok masyarakat yang membersihkan sepanjang pantai tersebut dengan mengambil sampah dari sana.

Walaupun setiap hari ada petugas kebersihan yang membersihkan kawasan wisata itu, pengunjung selalu tidak berusaha menjaga kebersihan di pantai tersebut.

Guna meringankan pekerjaan petugas kebersihan, ada baiknya Pemerintah Kota Padang meniru aksi Pemerintah Kota Jakarta Selatan di sekitar Setu Babakan, yang meletakkan tong sampah setiap jarak lima meter. Alhasil, kawasan wisata Setu Babakan selalu terlihat bersih.

Sekali lagi terima kasih kepada Kompas, sekarang setiap pagi setiap saya melewati jalan Samudra (kawasan tapi laut/taplau) selalu terlihat bersih dan asri.

Evelin Sarmauli Arta Siagian, Jl Gunung Semeru, Petak VI, Padang

Kemacetandi Pasar Gembrong

Kemacetan lalu lintas di bilangan Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur—tepatnya di depan Apartemen Bassura City, sekitar Pasar Gembrong—terjadi hampir setiap pagi dan sore hari.

Kemacetan itu, berdasarkan amatan kami, disebabkan oleh beberapa faktor. Yang menonjol adalah separuh jalan digunakan sebagai lahan parkir para pembeli atau pedagang Pasar Gembrong.

Faktor lain adalah trotoar digunakan untuk pedagang kaki lima dan sebagai lahan tambahan bagi para pedagang yang menaruh barang jualannya di trotoar. Alhasil, kemacetan dapat mencapai kira-kira dua kilometer dari depan Mal Bassura City ke arah Jalan Sudirman. Begitu juga sebaliknya.

Di pagi hari banyak kendaraan dari arah Cipinang menuju Jalan Sudirman. Pada waktu itu banyak karyawan dan pelajar yang berangkat kerja atau ke sekolah. Mereka terpaksa melintasi jalan sempit lantaran sebagian sisinya untuk para pedagang dan pembeli di Pasar Gembrong.

Kami berharap pemerintah dapat memberikan tempat parkir yang semestinya bagi para pengunjung Pasar Gembrong dan menjatuhkan sanksi tegas terhadap para pelanggar ketertiban supaya tidak terjadi kemacetan yang berkelanjutan.

Nabila Fadhilah, Jl Cipadung, Gg Sastra Dinata, Cibiru, Bandung

Kompas, 26 Oktober 2017

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger