Sejak ada kasus korupsi KTP elektronik, saya jadi kenal dengan salah satu sistem hukum yang disebut praperadilan. Cukup lama juga saya mencari tahu tentang arti dan fungsi praperadilan ini karena dalam kamus hukum belum tercantum istilah tersebut.
Di Kompas edisi 30 November lalu, pada halaman 6, tersua artikel "Praperadilan, Apa yang Kau Cari" oleh Luhut MP Pangaribuan, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Ketua Umum Peradi. Ia menjelaskan bahwapraperadilan adalah pemeriksaan sebelum pemeriksaan pokok perkara. Obyek praperadilan ialah "cara" penyidik dan atau jaksa memeriksa seseorang yang menjadi tersangka, apakah telah melanggar hak-hak terperiksa dan tersangka yang sifatnya asasi.
Inti praperadilan adalah memeriksa kebenaran dalam hal sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan, dan dalam penetapan status seseorang menjadi tersangka.
Jadi, dari ketiga hal yang menjadi obyek praperadilan ini, tidak satu pun yang menyangkut pokok perkara. Artinya, pra peradilan bukan menyangkut apakah seseorang bersalah atau tidak atas suatu sangkaan seperti korupsi.
Dari penjelasan di atas, saya menyimpulkan bahwa obyek praperadilan adalah cara pemeriksaan terhadap seorang tersangka, apakah ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atau tidak. Jadi, tidak ada hubungan dengan pokok perkara. Apabila tidak ada pelanggaran HAM dalam pemeriksaan, semestinya praperadilan tidak perlu dilakukan.
Terima kasih Pak Luhut, sekarang saya sudah mengerti.
TITI SUPRATIGNYO, Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan
Janji Palsu dan Belanja Daring
Sebagai konsumen, saya sangat berhati-hati belanja daring. Saya selalu berusaha memilih perusahaan atau penyedia jasa yang terbukti bertanggung jawab dalam hal kualitas barang, ketepatan waktu pengiriman, kemudahan sistem pembayaran, dan keamanan. Namun, Under Armour sebagai sebuah perusahaan dengan nama cukup terkenal pun rupanya berkinerja mengecewakan.
Pada 15 November, saya melakukan dua kali pembelian melalui situs underarmour.co.id. Tertarik dengan pernyataan bahwa untuk pembelian di atas Rp 900.000, pembeli dibebaskan ongkos kirim, serta janji pengiriman 2-5 hari kerja, saya belanja tas olahraga untuk keperluan seragam tim putra saya yang mengikuti kompetisi olahraga pada Desember ini. Nomor pemesanan UA 310630 dan UA 310636.
Hingga surat ini saya tulis, tepat sebulan setelah pembelian tersebut, pesanan UA 310630 berupa sembilan tas olahraga dengan total pembelanjaan Rp 5.391.000 belum kunjung saya peroleh. Dalam sistem penjelajahan UA, tercatat bahwa barang tersebut tertahan di bea cukai.
Saya berulang kali menghubungi UA (Under Armour) melaluicustomercare.id@underarmour.com, tetapi jawaban yang kami peroleh pada intinya hanyalah bahwa UA tidak dapat mengonfirmasi kapan paket saya dilepas di bea cukai dan menyatakan bahwa terkadang barang bisa tertahan 2-4 minggu di bea cukai. Dengan penjelasan tersebut, UA seolah-olah melepaskan tanggung jawab begitu saja dan pasrah dengan keadaan.
Apabila ini memang umum terjadi, seharusnya UA dalam situs web-nya mencantumkan kondisi tersebut, tak hanya mencantumkan dapat melakukan pengiriman 2-5 hari kerja.
NINA CARINA, Jl Pancoran 2, Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Suku Cadang Tidak Ada
Pada 20 November lalu, EPS All New CRV Turbo saya rusak. Karena benda itu masih dalam masa garansi, saya klaim sebagai bagian dari garansi. Ternyata suku cadang tidak ada. Tak ada pula kepastian kapan suku cadang tersedia. Pada 4 Desember lalu, saya telepon dan mendapat jawaban tanggal 5 Januari tahun depan suku cadang baru ada.
Mengapa perusahaan sebesar Honda Prospek Motor tidak menyediakan suku cadang dan perlu waktu begitu lama untuk pengadaannya?
Semoga dengan surat ini, saya mendapat respons cepat dari Honda Indonesia sehingga CRV Turbo saya bisa digunakan saat Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar