Pekan lalu, sanksi terbaru dijatuhkan atas Korut oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan suara 15-0. Sanksi ini meliputi, antara lain, pembatasan penjualan bensin ke Korut sebanyak 500.000 barrel per tahun dan minyak mentah 4 juta barrel per tahun. Selain itu, semua pekerja Korut yang bekerja di luar negeri akan dipulangkan dalam 24 bulan. Selain kian mengalami kesulitan mendapatkan mata uang asing, akibat pemulangan pekerja, Korut menghadapi persoalan pelik akibat pembatasan pasokan bahan bakar yang kian ketat.

Sanksi yang dipromosikan oleh Amerika Serikat itu merupakan respons terhadap uji coba rudal balistik Hwasong-15 pada 29 November silam. Rudal antarbenua ini disebut memiliki teknologi dan kemampuan terbang lebih tinggi.

Seperti pada pengumuman penerapan sanksi sebelumnya, Pyongyang kali ini juga merespons dengan menyatakan tak akan menghentikan program pengembangan rudal dan senjata nuklir. Pyongyang bahkan mengungkapkan, penerapan sanksi terbaru tak ubahnya pernyataan perang terhadap Korut.

Sejak Korut mengadakan uji coba nuklir tahun 2006, berbagai sanksi dijatuhkan atas negara itu. Sanksi itu terutama bertujuan membuat Korut kehabisan sumber daya untuk mengadakan uji coba senjata. Dengan cara ini, Pyongyang diharapkan bersedia untuk bernegosiasi dengan AS, menghentikan program rudal dan nuklir dengan sejumlah konsesi kompensasi tertentu.

Namun, tampaknya, belum ada tanda-tanda Pyongyang akan berhenti mengembangkan rudal antarbenua ataupun senjata nuklir. Bahkan, Korea Selatan menyatakan, negara tetangganya tersebut tidak akan menghentikan program pengembangan senjata itu dalam beberapa waktu mendatang.

Media The New York Times menulis, Korut sekarang berkejaran dengan waktu untuk segera merampungkan pengembangan senjata agar program itu bisa selesai sebelum mereka kehabisan sumber daya akibat tekanan sanksi. Target utama Korut ialah memastikan hulu ledak tidak rusak saat rudal memasuki kembali atmosfer.

Setelah program senjata Korut paripurna, barulah Pemimpin Korut Kim Jong Un bersedia berunding dengan AS karena negaranya sudah diakui sebagai pemilik senjata nuklir yang sesungguhnya. Negosiasi akan berjalan sangat berbeda jika Korut belum merampungkan pengembangan senjata.