Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (27) yang bekerja untuk kantor berita Reuters ditahan aparat keamanan Myanmar, Selasa (12/12), ketika sedang melakukan tugas jurnalistik di Rakhine. Proses penahanan diawali dengan pemanggilan oleh polisi, dan sejak itu keduanya tidak boleh pulang. Polisi merahasiakan tempat penahanan mereka.

Kementerian Penerangan Myanmar menyatakan, penangkapan dilakukan karena mereka menghimpun informasi secara ilegal untuk disebarkan ke media asing. Bahkan, polisi menyatakan, kedua wartawan itu melakukan kejahatan yang harus diselesaikan di pengadilan.

Dalam sidang perdana, Rabu (27/12), hakim justru memperpanjang penahanan mereka untuk 14 hari hingga 10 Januari 2018. Kepada rekannya sesama wartawan, Wa Lone mengatakan, "Kami melakukan tugas jurnalistik. Kami tidak melanggar etik wartawan."

Namun, Kyaw Soe Oo meminta jurnalis berhati-hati menjalankan tugasnya. "Sampaikan kepada teman-teman jurnalis untuk hati-hati. Ini sangat menakutkan. Kami tidak melakukan kesalahan," katanya.

Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J Adler meminta aparat melepas keduanya. "Mereka adalah wartawan yang punya peran memberitakan hal yang menjadi sorotan global, dan mereka tidak melakukan kesalahan apa pun," ujar Adler.

Pemerintah Myanmar terus berusaha menutup-nutupi kasus kekerasan oleh aparat yang menimpa warga Rohingya di wilayah Rakhine. Kasus kekerasan terakhir terjadi setelah kelompok militan Rohingya menyerang pos polisi dan menewaskan 12 polisi.

Pemerintah Myanmar membalas penyerangan itu dengan menurunkan militer untuk menyisir tidak hanya kelompok militan, tetapi semua warga Rohingya terkena dampaknya. Akibatnya, sejak 25 Agustus 2017 terjadi eksodus sekitar 650.000 orang ke Bangladesh.

PBB menilai militer melakukan pembunuhan dan pembakaran rumah warga. Namun, Pemerintah Myanmar menyangkal tuduhan itu dan menutup akses menuju ke lokasi kekerasan. Media lokal mendapat pengawasan ketat. Bahkan, utusan khusus PBB dilarang berkunjung dengan alasan bias dan tidak independen.

Myanmar bergeming meski penangkapan itu dikecam sejumlah negara dan lembaga internasional. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan PBB minta kedua jurnalis itu dibebaskan. Mereka berpendapat, penangkapan wartawan tanda terkikisnya kebebasan pers di Myanmar.