Seperti dibaca di harian ini, Kamis (25/1), memasuki hari kelima serangan Turki ke Afrin, Suriah barat laut, tak ada upaya serius pemimpin negara yang terlibat dalam konflik Suriah untuk menyelesaikannya. Milisi Kurdi yang selama ini membantu memerangi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) merasa ditinggalkan, khususnya oleh AS.
Kemarin, Presiden AS Donald Trump menelepon Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan meminta Turki untuk mengurangi serangan ke Afrin. Trump meminta Erdogan menghindari tindakan yang bisa memicu gesekan AS dan Turki.
Namun, menurut Turki, tidak ada permintaan Trump untuk menurunkan eskalasi serangan ke Suriah saat menelepon Erdogan. "Pernyataan Gedung Putih tidak akurat. Trump tidak pernah berbagi soal keprihatinan atas eskalasi serangan Turki ke Suriah," demikian pernyataan Turki seperti dikutip Reuters.
Di tengah pembicaraan kedua pemimpin itu, sebuah roket dari Suriah yang jatuh di Kilis, Turki, menewaskan dua orang dan melukai sedikitnya 11 orang lain. Bahkan, Turki berencana maju terus menuju Kota Manbij, tempat sebagian tentara AS tinggal selama perang Suriah.
Erdogan menyatakan, pasukan Turki dan koalisinya, dari pasukan oposisi Tentara Pembebasan Suriah pro-Ankara, setahap demi setahap berhasil mengontrol Afrin. "Kami akan merangsek masuk sampai anggota teroris berhasil dinetralkan," ujarnya beberapa jam sebelum roket menyerang Kilis.
Serangan militer Turki ke Suriah bertujuan menghancurkan kekuatan militer milisi Kurdi dari satuan Unit Pelindung Rakyat (YPG) yang mengontrol Afrin sejak 2012. Turki menetapkan YPG terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PPK). PPK yang dipimpin Abdullah Ocalan ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Pemerintah Turki.
Rencana pertemuan di Sochi, Rusia, untuk membahas perdamaian di Suriah yang digagas Rusia, berulang kali ditunda karena Turki keberatan atas undangan bagi YPG. Padahal, dalam pertemuan yang dijadwalkan pada 25-26 Januari 2018, Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura menyatakan siap hadir.
Kelompok YPG sendiri merasa dikhianati oleh Rusia. Apalagi, sebelum menyerbu Afrin, pimpinan militer Turki berkunjung ke Moskwa. Di situs YPG, para pejabat YPG menegaskan, "Tanpa izin dari kekuatan global, terutama Rusia, tidak mungkin pasukan Turki menyerbu Afrin."
Wakil Menlu Suriah Faisal Mekdad menegaskan, Suriah akan "bertindak sepantasnya" untuk membela diri akibat invasi Turki. Dia juga menggambarkan kebijakan baru AS terkait Suriah, yakni mempertahankan kehadiran militer AS di Suriah sebagai "kesalahan yang menghancurkan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar