Dalam konteks inilah generasi milenial yang lahir antara tahun 1980 sampai 2000, atau generasi Y, ini fokus pada tantangan bagi generasi muda dan peranan mereka bagi masa depan panggung ekonomi bisnis dan politik Indonesia.
Perlu dipahami bahwa parpol generasi muda tidak selalu identik bahwa mereka pilihan generasi milenial. Sebab, latar belakang pendidikan, pengalaman, ataupun lingkungan berperan serta langsung atau tidak.
Misalnya survei CSIS (4/11/2017) menunjukkan PDI Perjuangan terpopuler di kalangan kaum milenial (94,2 persen) di antaranya karena parpol ini pemenang Pilpres 2014. Bahkan lebih lanjut dikatakan bahwa generasi milenial optimistis terhadap pemerintahan saat ini (75,3 persen). Implisit menunjukkan bahwa partai generasi muda belum tentu tertarik atau populer bagi sesama generasi muda.
Sementara Doglas Boneparth mengatakan, kaum milenial ini tidak punya tujuan finansial yang jelas. Padahal, mereka umumnya berpenghasilan besar, tetapi banyak yang gagal dalam mengelola keuangan.
Oleh karena itu, Credit Suisse mengatakan bahwa generasi ini lebih buruk dalam pengelolaan keuangan daripada generasibaby boomers karena aturan keuangan yang lebih ketat daripada pendahulunya. Meski demikian, korporasi Swiss ini bilang bahwa generasi milenial bukanlah generasi pemalas karena mereka harus berjuang lebih keras dibandingkan generasi sebelumnya. Karena harga dan tanah yang naik tinggi dan mahal justru menuntut kerja lebihnya, seperti rumah, dana pensiun, tabungan, investasi, atau kebutuhan dasar lainnya. Karena itu, tidak heran jika di masa depan banyak yang tidak sanggup membeli rumah.
Terlepas dari seberapa tinggi pilihan dan kesukaan warga Indonesia kepada kaum milenial atau generasi muda di panggung politik, tetapi diharapkan generasi muda ini bertingkah polah yang lebih baik daripada senior atau pendahulu mereka: generasi sebelumnya.
Dengan demikian akan terasa adanya warna, pembaruan, dan semangat baru. Apalagi mereka umumnya akrab dengan dunia media sosial dan internet ataupun teknologi yang, menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), sampai Oktober 2016, ada 132,7 juta pengguna internet dan 97 persen pengguna media sosial.
Kiprah mereka ditunggu
Apa pun kesimpulan dari para surveyor, ini hanya sebagian cermin dan potret masyarakat milenial dan generasi muda tentang politik Indonesia sekarang dan ke depan. Ini bisa dimengerti mengingat bahwa tidak semua generasi muda atau kaum milenial ini bersikap sama tentang masalah tertentu, karena hal itu juga bergantung pada waktu, pengalaman, dan latar belakang.
Yang penting adalah bagaimana mereka—khususnya generasi milenial ini—akan berkiprah sekarang dan di masa depan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Apakah mereka tetap mewakili dan mencerminkan suara dan hati nurani mereka, dan tidak hanya di media massa, tetapi terbukti dalam tindakan nyata bagi negara dan bangsa.
Generasi muda kaum milenial ini sudah banyak belajar dan melihat panggung politik nasional saat ini yang penuh dengan citra negatif. Ini merupakan tantangan dan kesempatan bagi generasi muda untuk berkontribusi baik dan aktif bagi negara dan dirinya sendiri. Sebab, saat ini dan ke depan publik sudah lebih maju, tahu, dan berpendidikan.
Meskipun demikian, generasi muda jangan menganggap itu sebagai siklus zaman, tetapi justru tantangan dan tugas berat untuk merealisasikannya menjadi kenyataan. Dengan demikian, berbagai sikap, semangat, dan ide positif saat ini bukan hanya manis di bibir saja, melainkan justru harus direalisasikan.
Semua itu bisa dimulai di Pilkada 2018 atau Pilpres 2019. Peralihan dari generasi tua ke generasi muda adalah satu kondisi alami yang tidak bisa dihindari. Jangan hanya terjebak pada kurun waktu tertentu, apakah 2019, 2028, atau 2045, tetapi untuk jangka panjang dan masa depan.
Untuk itu, generasi muda Indonesia harus membawa perubahan yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Karena publik dan rakyat sudah menyaksikan bagaimana perilaku, semangat dan sifat sebagian generasi sebelumnya selama ini,
baik ketika menjadi legislator maupun birokrat di pusat ataupun daerah.
Beni Sindhunata Direktur Eksekutif INBRA
Kompas, 17 Februari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar