Kebijakannya yang mungkin bisa dikatakan kontroversial adalah dukungannya terhadap pembunuhan ekstrayudisial terhadap para pedagang, pengedar, dan pengguna narkoba. Akibat dari kebijakannya itu, paling sedikit 2.500 orang tewas ditembak karena narkoba. Reaksi bernada kritik dan kecaman bermunculan di mana-mana, baik di dalam maupun luar negeri. Gereja sebagai lembaga yang sangat berpengaruh di Filipina pun bereaksi. Namun, Duterte tak peduli dengan semua itu. Ia tetap jalan.

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Filipina, memang, merupakan persoalan gawat. Duterte menyadari benar apa akibat dari semua itu. Akan tetapi, apakah membunuh para bandar, penjual, dan pengguna sebagai jawabannya? Kalau pertanyaan itu diajukan kepada Duterte, pasti ia akan mengatakan, "Ya". Namun, pertanyaan itu akan mendapat jawaban berbeda jika ditanyakan kepada pihak lain.

Kini, selagi pro dan kontra, terkait dengan kebijakan pembunuhan ekstrayudisial terhadap para pedagang, bandar, pengedar, dan pemakai itu belum reda, Duterte sudah membuat kebijakan baru. Kebijakan ini lebih berkait dengan masalah keamanan nasional yang menjadi penghambat kemajuan negeri yang dulu pernah disebut sebagai "Orang Sakit dari Asia" itu.

Duterte, lewat Keputusan Republik (semacam Keputusan Presiden) No 10168/2017 menyatakan bahwa Partai Komunis Filipina (CPP) dan Tentara Rakyat Baru (NPA), sayap militer CPP, sebagai organisasi teroris. Awal pekan ini, Duterte meminta pengadilan menyatakan hal yang sama. Apabila pada akhirnya pengadilan menyatakan bahwa CPP dan NPA sebagai organisasi teroris, konsekuensinya antara lain properti atau dana yang dimiliki organisasi teroris akan dibekukan, pemberian dana kepada mereka dianggap sebagai tindakan kriminal. Langkah itu dilakukan untuk mencegah dan menekan aktivitas teroris yang dianggap sangat berbahaya.

CPP dan NPA sudah mengangkat senjata melawan Pemerintah Filipina sejak 40 tahun silam. Ketika Marcos berkuasa dan menjalankan pemerintahan represif, organisasi itu justru menjadi sangat kuat. Saat Cory Aquino memerintah, mereka menjadi gerakan sosial, dengan pasukan tempur yang berhubungan dengan gerilyawan komunis.