Senin kemarin, kita membaca, keduanya saling lempar gertakan. Israel memperlihatkan kepingan logam diduga milik Iran yang berasal dari pesawat nirawak Iran yang memasuki wilayah Israel dari Suriah. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Minggu (18/2), memperlihatkan kepingan tersebut kepada Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif.
Pemimpin Israel mengatakan, negaranya tidak hanya akan bertindak terhadap sekutu Iran, tetapi juga terhadap Iran. (Kompas, 19/2)
Namun, sambil menyangkal bahwa pesawat nirawak yang ditembak Israel adalah miliknya, Zarif menyatakan, reputasi Israel sebagai "negara tak terkalahkan" runtuh dengan ditembak jatuhnya sebuah jet F-16 Israel.
Insiden jatuhnya pesawat Israel dianggap sebagai berita besar mengingat selama ini Angkatan Bersenjata Israel melegenda, khususnya semenjak keunggulan dalam Perang Enam Hari tahun 1967 ataupun dalam pertempuran di Lembah Bekaa bulan Juni 1982. Saat itu ada beberapa pesawat Israel yang jatuh atau tertembak dalam perang udara dramatis ini, tetapi tidak seimbang dengan Suriah yang kehilangan 88 pesawat tempur.
Sekilas catatan sejarah di atas tentu kalah jauh dalam kengerian dibandingkan potensi konflik yang ada sekarang. Ini karena Israel diyakini memiliki senjata nuklir meski ia tak pernah menyangkal atau mengakuinya. Kita juga tidak tahu, seberapa jauh pencapaian Iran dalam program nuklirnya sampai akhirnya dicapai kesepakatan dengan sejumlah negara untuk menghentikan program ini pada 2015.
Dengan latar belakang persenjataan nuklir itulah, kita menempatkan bagaimana hubungan kedua negara semakin tegang. Israel khawatir bahwa Iran akan hadir secara menetap di Suriah untuk meluaskan pengaruhnya di Timur Tengah.
Selain khawatir akan makin luasnya pengaruh, PM Israel terus mencemaskan program nuklir Iran, yang dinilai tak akan berhenti meski ada kesepakatan 2015. Ia meminta Amerika Serikat dan Eropa menekan Iran dan menulis ulang kesepakatan nuklir.
Namun, Perancis, Inggris, Jerman, Rusia, dan China yang ikut menandatangani kesepakatan bersama Iran dan AS menyatakan kesepakatan tak bisa ditulis ulang dan dinilai telah berjalan baik. Mungkin karena khawatir dengan perkembangan yang ada, Pemerintah Suriah yang didukung Rusia dan Iran ingin aktivitas serangan udara Israel di dalam wilayah Suriah dihentikan.
Dari kacamata Israel, ada dua hal yang terus mengganggu pikiran. Pertama, dampak menguatnya pengaruh Iran di Suriah dan, kedua, risau terhadap kesepakatan nuklir yang dianggapnya sebagai kesalahan bersejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar