Dalam tiga hari terakhir, berita bencana alam longsor dan banjir menjadi berita utama harian ini. Bencana selalu menyampaikan pesan soal perilaku manusia.
Tanah longsor di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Jumat, 23 Februari 2018, mengakibatkan 7 orang tewas dan 13 orang masih hilang. Harian ini juga menulis penyebab longsor beragam, mulai dari tingginya curah hujan, topografi yang terjal, hingga rendahnya kesadaran warga menjaga ekosistem lingkungan dan antisipasi bencana. Kita tidak mungkin menyalahkan curah hujan yang tinggi karena itu adalah peristiwa alam. Yang justru harus kita persalahkan adalah perilaku warga itu sendiri.
Setelah longsor terjadi, banjir akibat meluapnya Sungai Cisanggarung di perbatasan Cirebon-Brebes menggenangi pantai utara Jawa, melumpuhkan sejumlah perjalanan kereta api dan sejumlah sentra pertanian serta sebagian Jalan Tol Kanci.
Kita mengangkat isu bencana alam di tengah gegap gempita urusan perebutan kekuasaan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Kita pun ingin mendorong agar calon pemimpin daerah atau pemimpin nasional betul-betul mempertimbangkan model pembangunan berkelanjutan, pembangunan yang memperhatikan dengan saksama soal daya dukung lingkungan. Bagaimana pembangunan dijalankan dengan tak menghancurkan lingkungan. Dari pemerintahan demokrasi ke ecocracy, sebuah pemerintahan yang punya visi pembangunan lingkungan hidup.
Bencana alam selalu menjadi peristiwa in between. Pernah terjadi pada waktu lalu, sekarang sedang terjadi, dan berpotensi terjadi di masa depan. Masalahnya, bencana yang sudah terjadi tidak pernah dijadikan pelajaran oleh kita semua. Bagaimana kita harus hidup di daerah yang rawan bencana? Bagaimana kebijakan pembangunan kota dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan hidup?
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, tanah longsor menjadi bencana paling mematikan dengan 1.841 korban jiwa dalam 10 tahun terakhir (Kompas, 14 Februari 2018). BNPB juga mencatat 40,9 juta atau 17,2 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan longsor. Ketika hutan terus dialihfungsikan, pembangunan dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan, kita khawatir bencana alam karena ulah manusia akan kian kerap terjadi.
Dengan latar belakang itulah kita ingin mengajak elite politik untuk betul-betul mempertimbangkan kondisi kerentanan ini. Setelah BNPB mencatat 40,9 juta penduduk tinggal di zona rawan longsor, kebijakan apa yang mau ditawarkan pemerintah untuk penduduk di sekitar lokasi tersebut. Relokasi adalah pilihan terakhir karena itu juga tidak mudah. Namun, pembangunan apa pun tidak boleh dilakukan secara serampangan, tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar