Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 27 Februari 2018

Lebarkan Pondokgede Raya//Tanggapan Ditjen Pajak//Kitab Belum Tiba (Surat Pembaca Kompas)

Lebarkan Pondokgede Raya

Perjalanan bus transjakarta memasuki jalur halte Garuda, apalagi Terminal Pinangranti, hampir setiap saat terhambat. Keterhambatan ini melahirkan tudingan bahwa Pemerintah Kota Jakarta Timur maupun Provinsi DKI Jakarta abai terhadap penderitaan pemakai kendaraan, termasuk penumpang transjakarta.

Jalan Pondokgede Raya merupakan akses utama menuju wilayah perbatasan DKI dengan Kota Bekasi. Sesungguhnya untuk wilayah DKI Jakarta, pada era Gubernur Ahok sudah ditetapkan batas pelebaran. Itu dibuktikan oleh batas terdepan bangunan Tamini Square, Terminal Pinangranti, ataupun dua SPBU di sana yang sudah mengikuti aturan. Untuk itu, perumahan yang dihuni keluarga TNI Angkatan Udara sudah dibongkar.

Karena tak ada tindak lanjut, kini lahan perumahan yang sudah dibebaskan berubah menjadi lahan tempat usaha. Apakah bangunan baru di sana sudah dilengkapi IMB, Pemkot Jakarta Timur bisa langsung mengecek. Yang jelas, keluarga TNI-AU yang merelakan huniannya digusur bisa kecewa melihat kenyataan sekarang.

Untuk itu, kami mohon Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno membuka kembali rencana pelebaran Jalan Pondokgede Raya dan mempercepat pembangunannya yang sudah lama tertunda. Tanpa akselerasi pelebaran, tiada solusi lain yang bisa melancarkan arus kendaraan di Jalan Pondokgede Raya.

A Ristanto
Jatimakmur Pondokgede,
Kota Bekasi, Jawa Barat

Tanggapan Ditjen Pajak

Menanggapi isi artikel Sdr Didi Achjari diKompas (3/2), kami sampaikan hal berikut.

UU PPh mengatur bahwa seluruh badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia dalam bentuk apa pun merupakan subyek pajak, kecuali: (a) pembentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pembiayaan bersumber dari APBN atau APBD; (c) penerimaan dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; (d) pembukuan diperiksa aparat pengawasan fungsional negara.

Perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH) merupakan subyek pajak badan karena pendanaannya tak hanya bersumber dari APBN atau APBD, dan pendapatan yang diterima tidak dimasukkan ke dalam APBN atau APBD.

UU PPN mengatur bahwa orang pribadi atau badan yang menyerahkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, kecuali pengusaha kecil (berpenghasilan di bawah Rp 4,8 miliar per tahun), wajib melaporkan usahanya. Mereka wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang.

Dalam hal PTN-BH menyerahkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan tidak termasuk pengusaha kecil, maka wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang. Tak termasuk dalam jasa kena pajak sebagaimana dimaksud antara lain kelompok jasa pendidikan dan atau jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan.

Penghasilan yang diterima dosen dan tenaga pendidikan yang bersumber dari PTN-BH bukan beban APBN atau APBD. Atas penghasilan itu tak dikenai pajak bersifat final.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-34/PJ/2017 masih relevan sebagai acuan perlakuan perpajakan bagi PTN-BH untuk memberikan keseragaman pemahaman dan penafsiran tentang perlakuan perpajakan bagi PTN-BH.

Hestu Yoga SaksamaDirektur Ditjen PajakKementerian Keuangan RI 


Kitab Belum Tiba

Saya mendapat kiriman kitab Taurat berbentuk gulungan (scroll) untuk keperluan studi dengan ongkos kirim 60 dollar AS melalui situs Ebay di AS.

Dikirim 5 Desember 2017 dengan perkiraan tiba di Jakarta pada 25 Desember 2017 hingga 5 Januari 2018. Namun, lebih dari satu bulan menunggu, belum ada kabar beritanya.

Mohon informasi dari pihak Imigrasi dan kantor pos.

BENYAMIN OBADYAH
Bumi Bintaro Permai,

Jakarta Selatan

Kompas, 27 Februari 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger