Akhir Pekan dengan Seni
Saya pembaca setia Kompas. Sebagai pelajar, saya menyukai koran ini sebab saban Sabtu dan Minggu terbit rubrik Seni. Khusus pada hari Sabtu, rubrik itu diisi dengan kumpulan puisi yang telah menjadi ajang untuk para penyair muda menampilkan karya mereka.
Alangkah baiknya jika rubrik Seni pada akhir pekan itu ditambah atau diselingi dengan menampilkan tokoh-tokoh dalam dunia seni, baik pada masa sekarang maupun pada masa lalu, yang memaparkan tips dan kiat mereka dalam berkarya.
Terkait seni masa sekarang, sebaiknya ditampilkan lukisan dalam format tipografi dan digital yang dilengkapi dengan penjelasan mengenai aplikasi yang baik digunakan untuk menuangkan ide-ide tersebut: menggambar, menulis, menyunting foto, dan lain-lain.
Juga sejumlah kreativitas yang berhubungan dengan seni dan menggunakan perangkat komputer dengan berbagai aplikasi beserta cara penggunaannya.
Saya yakin pengembangan rubrik ini akan membuat Kompas semakin diminati banyak pembaca.
MARIA CHRISTABELLA
Griya Asri BSD, Jelupang, Serpong,
Tangerang Selatan, Banten
Minuman di Bioskop Mahal
Saya cukup sering menonton film layar lebar di Bioskop XXI ataupun CGV Cinemas. Biasanya saya pergi menonton bersama keluarga.
Namun, ada satu hal yang, menurut saya, merupakan kekurangan kedua bioskop ini: harga makanan dan minuman di sana sangat mahal.
Air mineral dapat kita beli di kedai-kedai dengan harga Rp 2.000 sampai Rp 3.000. Namun, di kedua bioskop itu minuman yang sama bisa berharga empat sampai lima kali lipat. Luar biasa!
Ada pengumuman di kedua bioskop itu bahwa penonton dilarang membawa makanan dan minuman dari luar, sementara harga makanan dan minuman di bioskop tersebut sangat amat mahal.
Tak sedikit penonton yang mengeluhkan ihwal harga minuman itu. Pada hemat saya, harga makanan dan minuman di kedua bioskop ini perlu diturunkan supaya penonton bisa menikmati film sambil mengonsumsi makanan dan minuman yang tak menguras isi kantong mereka.
Nicolas Benezer
Kencana Loka, Bumi Serpong Damai,
Tangerang Selatan, Banten
"Pojok Istana"
Sebagai warga negara Indonesia, saya terusik dengan tayangan "Pojok Istana" di sebuah stasiun televisi. Istana dan presiden yang selama ini sangat dibanggakan dan dihormati menjadi lawakan dalam tayangan tersebut.
Para pelawak melakoni presiden Republik Indonesia dan stafnya dengan gaya mengada- ada hingga terasa menjemukan di mata penonton. Peragaan mereka atas kegiatan presiden dan stafnya tidak lagi karikaturis, tetapi sudah menjurus pada menertawakan, mengejek.
Tayangan televisi untuk menghibur penonton, tetapi bukan dengan menjadikan simbol negara sasaran lawakan.
Joseph Willyno
Jalan Taman Malaka Barat,
Jakarta Timur
Narkoba dan Hukuman Mati
Penyeludupan narkoba mencapai angka mengejutkan. Lewat laut pada bulan lalu tiga kapal tertangkap membawa narkoba yang masing-masing bernilai di atas Rp 1 triliun. Kompas edisi 1 Maret 2018 memberitakan terbongkarnya pencucian uang tiga orang bandar narkoba sebesar Rp 6,4 triliun. Angka-angka itu menunjukkan betapa luas dan menggiurkan perdagangan narkoba. Sayang, jaksa agung menunda eksekusi hukuman mati begitu lama. Ini harus segera dilaksanakan lagi.
Baiknya hukuman mati dilakukan secara rutin, misalnya seorang setiap bulan. Hal ini akan memberi gaung terus-menerus yang menimbulkan efek jera yang lebih efektif ketimbang cara yang selama ini: ramai-ramai, tetapi lama kosongnya.
Sugiarto
Binong Permai, Curug,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar