Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 Maret 2018

KPK Dilemahkan//Penjelasan tentang AIPI (Surat Pembaca Kompas)


KPK Dilemahkan

Berbagai langkah Presiden Joko Widodo yang membuka harapan untuk perbaikan kesejahteraan bangsa tampaknya tidak cukup kuat didukung pelaksana di lapangan. Menarik disimak pendapat Prof Mayling Oey di Kompas (Sabtu, 10/2) ihwal keprihatinannya terhadap kondisi bangsa yang terjerat korupsi.

Di sini dikemukakan dua hal yang menyangkut sosok manusia, yaitu etika dan integritas. Di halaman lain, Prof Moh Mahfud MD memberikan pandangan dari sisi teknis hukum. Putusan MK yang bertentangan dengan putusan MK sebelumnya dalam kasus KPK membingungkan.

Dikemukakan, yang seharusnya berlaku adalah keputusan yang lebih dulu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum. Prof Mahfud memberikan contoh masalah moral-etika. Langkah yang dilakukan sebelumnya berupa lobi antara petinggi DPR dan MK menunjukkan adanya kepentingan tertentu yang bisa menimbulkan keraguan dalam obyektivitas serta kejujuran hasil putusan MK.

Di lapangan betapa banyak proyek yang menyangkut jumlah keuangan besar dan rawan dikorupsi. Ditangkapnya beberapa kepala daerah mengindikasikan hal ini. Alangkah memprihatinkannya apabila proyek besar yang menyangkut nama bangsa di mata internasional juga keropos akibat korupsi. Harus diakui KPK merupakan oasis di lingkungan yang penuh kebusukan.

Integritas KPK jelas sangat dihargai dan memperoleh kepercayaan publik yang jauh lebih tinggi ketimbang lembaga birokrasi lain. Beberapa waktu lalu saya mensitir Domenec Mele yang mengelompokkan penyebab perilaku koruptif di suatu negara.

Penyebab itu ada empat hal: personal, kultural, institusional, dan organisasional. Keempatnya nyata sekali dalam berbagai kasus korupsi yang terungkap karena tidak ada yang membuat takut. Korupsi jalan terus. Tampaknya kita harus belajar ke China. Meski korupsi belum tuntas diberantas, koruptor mendapat hukuman berat.

Kemauan politik yang solid sangat dibutuhkan pada masa persimpangan ini. Pilihan hanya ada dua: korupsi diberantas habis atau tetap seperti sekarang, yang ujungnya adalah kehancuran bangsa tercinta.

Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman, Pasar Manggis, Setiabudi,
Jakarta Selatan

Penjelasan tentang AIPI

Pemberitaan Kompas, Kamis (8/3), halaman 14 dengan judul "Peran Lembaga Riset Perlu Diperjelas" menyebutkan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) sebagai lembaga yang mengurus riset.

Pada paragraf berikutnya disebutkan AIPI akan menjadi lembaga atau konsil ilmiah. Jadi, AIPI berfungsi memberi masukan bagi Badan Riset Nasional (BRN).

AIPI dibentuk oleh Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pada pasal 6 disebutkan, AIPI berperan mengkaji, memantau, menilai, menyusun arah, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan penguasaan, pengembangan, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Pasal 4 disebutkan, AIPI bersifat mandiri dan nonstruktural serta bukan merupakan badan pemerintah atau bagian dari badan tersebut.

Dengan demikian, AIPI bukan lembaga yang mengurus riset dan bukan pula lembaga pemerintah non-kementerian. Karena AIPI dibentuk oleh UU, maka tidak pada tempatnya apabila AIPI berfungsi memberi masukan BRN yang rencana pembentukannya melalui peraturan presiden.

Berarti apa yang disampaikan dalam berita tersebut bertentangan dengan UU No 8/1990 tentang AIPI. Seyogianya LIPI, Kemristek dan Dikti, serta Kemenpan dan RB mempelajari terlebih dahulu undang-undang tersebut sebelum membuat pernyataan secara publik.

Satryo Soemantri Brodjonegoro
Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia


Kompas, 13 Maret 2018


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger