Saya sudah lebih dari 50 tahun berlangganan koran Kompas, sejak saya masih mahasiswa angkatan 1965/1966 di UGM. Setidak-tidaknya saya tahu persis sejarah Indonesia tahun 1960-1970-an dan seterusnya.
Sejarah Indonesia sebelum 1965 saya peroleh dari para senior, termasuk orangtua, dan membaca dari berbagai macam sumber berita, termasuk media sosial zaman now. Maka, saya memahami sejarah Indonesia secara obyektif, sesuai proporsi, fakta, dan obyektivitas.
Namun, saya berkesimpulan bahwa sejarah Indonesia bisa kita serap dan pahami dari media massa, baik cetak, elektronik, maupun media sosial. Meskipun sampai detik ini, banyak fakta sejarah yang sengaja didistorsi, digelapkan, bahkan diputarbalikkan, media massa bisa bersikap independen dan menegakkan kebenaran.
Saat ini saya tidak tahu apa maksud para elite politik yang banyak mendistorsi fakta, terutama dalam hal politik dan agama. Mungkin agar rakyat Indonesia semakin bodoh sehingga para elite mudah mengendalikannya.
Dalam situasi ini, salah satu tugas media massa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi relevan. Media massa bisa membuka wawasan dan menginspirasi pola pikir seluruh rakyat Indonesia. Caranya dengan menyajikan sesuatu, terutama politik dan agama, seobyektif mungkin dan tidak memihak.
Indonesia adalah negara yang sangat plural, tempat seribu satu budaya, agama, suku, dengan opini yang berbeda-beda pula. Maka, media bertugas memelihara keragaman dengan cerdas dan penuh empati sehingga menghasilkan manusia yang cerdas pula dalam berdiskusi, berdebat, dan lain-lain, terutama soal agama dan politik, bukan malah memicu konflik yang tidak perlu.
Tugas media seperti itulah harus selalu diemban oleh media massa sekelas koranKompas, Kompas TV, dan Kompas online. Jangan sampai media Kompas mengidap penyakit yang ditularkan oleh Orde Baru, yang berupaya menyeragamkan segala hal dan akhirnya dampak bermunculan sekarang.
Semoga Kompas selalu mencerahkan dan mencerdaskan pola pikir rakyat Indonesia.
Taufiq Suryasumirat
Depok Timur, Depok 16418
Tanggapan Jetstar
Bersama surat ini kami hendak menanggapi surat pembaca yang dimuat di koran Kompas, Senin (5/2), dengan judul "Lansia Ditolak Terbang".
Mewakili Jetstar Asia, kami bermaksud menginformasikan bahwa isu tersebut telah ditangani dan diselesaikan oleh pihak Jetstar Asia. Penumpang yang bersangkutan telah memahami isu tersebut.
Agar perjalanan menjadi nyaman, khususnya pada rute internasional, kami menganjurkan kepada setiap penumpang untuk melengkapi semua dokumen perjalanan, termasuk visa, jika dibutuhkan dan mematuhi aturan di negara tujuan.
Aditya Maranantha
Konsultan Komunikasi
untuk Jetstar Asia
Rusak Tak Diganti
Pada 6 Januari 2018, saya memesan barang secara daring di adidas.co.id dengan nomor order AID20049525. Jenis barang pompa bola dengan harga Rp 140.000 plus ongkos kirim Rp 30.000. Total Rp 170.000.
Barang saya terima pada 10 Januari, tetapi dalam kondisi rusak. Hari itu juga saya mengirim e-mail keluhan.
Pihak adidas.co.id dengan Saudara Rassat menjawab barang tidak bisa ditukar. Ia menawarkan retur dan re-order, lalu jadi bahan evaluasi ke depan.
Untuk retur dan re-order saya akan mengeluarkan biaya antar barang Rp 30.000, pengiriman Rp 10.000 (tarif JNE), dan antar barang re-order Rp 30.000. Jika dijumlah, minimal Rp 70.000 atau 50 persen harga barang.
Cacat produk berasal dari pihak adidas.co.id, mengapa konsumen yang harus menanggung semua beban penggantian?
Andhika NM
Pondok Pinang, Kebayoran Lama,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar