Harian Kompas 6 Maret 2018 memuat berita tentang makin banyaknya narkoba jenis baru yang beredar di Indonesia. Transaksi narkoba di posisi kedua terbesar tindak pidana pencucian uang setelah korupsi.
Narkoba masuk ke Indonesia karena ada pemanfaatnya. Semakin hari semakin banyak yang "terjerat candu" ini. Yang menarik, kelompok-kelompok militan, yang lantang membela agama dan merazia tempat maksiat, seakan tak tertarik menggalang gerakan memberantas narkoba.
Benahi dan tegakkan hukum, cegah masuknya narkoba dan bahan bakunya, awasi peredarannya, tangkap pelakunya, rehabilitasi "korban", serta jauhkan anak-anak dari kudapan yang mungkin mengandung zat adiktif sudah berulang kali diserukan. Apa hasilnya?
Kenyataan yang diungkap Kompasmenunjukkan, upaya-upaya tersebut masih jauh dari berhasil. Diperlukan usaha bersama yang—meminjam istilah seorang tokoh negeri ini—terstruktur, sistematis, dan masif untuk menanggulangi masalah yang menghancurkan bangsa.
Marilah kita memulainya dengan lebih memperhatikan dan peduli pada anggota keluarga kita, mengajari anak dan cucu kita untuk menjauhi narkoba, selain juga mengajari mereka untuk memperhatikan lingkungan sosial dan mengajak orang lain melakukan hal serupa: peduli kepada teman yang terperangkap dan berusaha membantunya untuk keluar dari jeratan narkoba. Kita tidak boleh lagi berujar, "Aku tidak tahu apa yang dia lakukan. Selama ini kelakuan dia baik-baik saja!"
Buka komunikasi dengan anggota keluarga kita, sediakan waktu untuk berinteraksi dan berdiskusi dengan orang-orang terdekat, jangan hanya sibuk dengan pikiran dan kegiatan kita yang makin hari makin narsistik.
Pedulilah pada keadaan mereka, pedulilah pada masa depan generasi pengganti kita, pedulilah pada nasib bangsa. Indonesia adalah negeri anugerah Tuhan, sebuah negara yang pantai-pantainya indah tetapi terbuka untuk diselundupi karena tak semua bisa diawasi dan dijaga.
Kita, sebagai bagian dari Indonesia, jika memang benar-benar "cinta" kepada bangsa dan negara, sepatutnya ikut memberi sumbangan dengan memulai gerakan bersama ini melalui lingkungan pribadi kita sendiri.
Zainoel B Biran, Kompleks Perumahan Dosen UI, Cireundeu, Tangsel
Kena Bola Golf
Saya menjadi korban Emerelda Golf Cimanggis yang tidak bertanggung jawab atas pecahnya kaca depan mobil saya akibat terkena lemparan bola golf.
Saat itu saya sedang mengantarkan penumpang dengan tujuan Cilodong lewat jalan di sisi lapangan golf yang tidak ada pengaman jaringnya.
Saya komplain kepada pihak Emerelda Golf. Waktu itu kebetulan hari Minggu sehingga yang menerima adalah pihak keamanan, kru, dan saksi dari pihak kepolisian yang sedang bertugas di sana.
Bukti kaca yang pecah difoto dan saya juga telah menyerahkan semua data yang diminta, katanya untuk klaim ke manajemen. Namun, beberapa hari kemudian ada jawaban yang aneh dan lucu dari pihak Emerelda Golf. Saya diminta mengganti kaca sendiri lebih dahulu nannti ongkosnya akan diganti pihak manajemen.
Setelah saya selesai mengganti kaca dan menyerahkan bukti biaya yang dikeluarkan, pihak Emerelda Golf—waktu itu saya diterima Saudari Endah— mengatakan bahwa biaya akan diganti oleh asuransi.
Saya jadi bingung. Buat apa saya disuruh mengganti kaca sendiri kalau akhirnya memakai asuransi? Kalau memang mau menggunakan asuransi, mengapa tidak disampaikan sejak awal sehingga saya bisa membawa mobil ke pihak asuransi yang dimaksud tanpa mengeluarkan biaya sendiri.
Sampai saya menulis surat ini, tidak ada satu orang pun dari pihak Emerelda Golf yang menghubungi saya dan menyelesaikan urusan ganti rugi.
Semoga pengalaman pahit ini tidak terjadi pada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar