Pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa bakal ada calon peserta pilkada yang akan menjadi tersangka telah menimbulkan kontroversi dan polemik.
Sebelumnya, Jaksa Agung dan Kapolri sepakat menunda proses hukum sampai pilkada selesai. Kedua lembaga itu sepakat menunda proses hukum pelaporan dugaan kasus pidana agar tidak dituduh bermain politik menjelang pilkada.
Pernyataan Agus Rahardjo, Kamis 8 Maret 1918 di Jakarta, yang dikomentari Menko Polhukam Wiranto, menimbulkan polemik. Wiranto mengatakan, "Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelenggara minta ditunda dululah," kata Wiranto di Kantor Menko Polhukam, Senin (12/3).
KPK menolak permintaan itu. Wiranto pun dikritik karena dianggap menghambat penyidikan atau obstruction of justice. Terjadilah perang opini antara KPK dan pemerintah. Itu tidak elok dan membingungkan.
Dalam proses penegakan hukum, sebaiknya KPK tidak banyak berwacana atau beretorika. KPK tidak perlu melemparkan pernyataan soal tersangka yang memancing spekulasi atau imajinasi liar di tahun politik. Kian banyak wacana yang dilontarkan dan tidak mewujud bisa mengurangi kredibilitas KPK itu sendiri. KPK adalah lembaga yang tingkat kepercayaan publiknya masih tinggi.
Biarlah proses hukum berjalan dengan sendirinya. Jika memang alat bukti sudah mencukupi, menjadi hak KPK mengumumkan status seseorang sebagai tersangka. Masyarakat harus juga dididik untuk memilih pemimpin yang benar-benar bersih.
Namun, masyarakat pun menghendaki setelah status tersangka diumumkan, proses hukum selanjutnya bisa dijalankan. Jangan kemudian, setelah status tersangka diumumkan, proses hukum terhenti karena KPK ternyata masih mencari saksi dan bukti. KPK juga harus menyadari bahwa proses peradilan yang tertunda akan menimbulkan ketidakadilan baru.
KPK memang telah mengumumkan status tersangka untuk calon gubernur Maluku Utara pada Jumat 16 Maret 2018. Ahmad Hidayat Mus, calon gubernur Maluku Utara, telah ditetapkan sebagai tersangka. Ahmad ditetapkan sebagai tersangka saat menjabat Bupati Sula 2005-2010 bersama Zainal Mus, Ketua DPRD Kepulauan Sula 2009-2014. Proses hukum itu harus cepat dan tidak boleh diskriminatif.
Kekritisan publik terhadap KPK beralasan. Publik tentunya masih ingat beberapa tersangka yang sudah diumumkan KPK, belum juga beranjak penanganannya. Sebut saja tersangka kasus korupsi Dirut Pelindo RJ Lino yang diumumkan KPK sebagai tersangka pada 18 Desember 2015. Proses itu belum berlanjut meski pengumumannya sudah dua tahun berlalu. Begitu juga dengan status tersangka mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar yang diumumkan pada 19 Januari 2017. Penanganan kasus korupsi ini juga terasa lambat penanganannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar