Jika bisa mewujud, pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan menjadi momen bersejarah.
Di balik itu, pengamat menduga-duga, adakah ketulusan untuk mewujudkan perdamaian? Penjelasan terakhir mengenai Korut dan AS, seperti kita baca beritanya di harian ini, Sabtu (10/3), diberikan oleh Kepala Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong kepada wartawan di luar sayap barat Gedung Putih.
Dapat kita ingat kembali, kedua negara seperti akan terlibat dalam satu perang nuklir yang dahsyat menyusul saling ancam untuk menyerang setelah Korut melakukan serentetan uji coba rudal balistik yang bisa mengangkut hulu ledak nuklir dan didaku mampu menjangkau wilayah AS.
Menanggapi uji coba rudal balistik Korut, AS pun tidak tinggal diam. Selain meluncurkan latihan militer gabungan dengan Korsel, negara adidaya ini pun tak segan memamerkan alutsista canggih di Semenanjung Korea. Jika pengebom B-1B Lancer sudah alutsista era zadul, ditampilkan pula jet tempur canggih, termasuk F-22 Raptor, selain gugus tugas kapal induk yang satunya mampu mengangkut hampir 100 pesawat.
Suasana makin mencekam. Namun, tiba-tiba turun prakarsa dari Kim Jong Un untuk mengirim atlet ke Olimpiade Musim Dingin di Korsel dan Kepala Keamanan Nasional Korsel pergi ke Pyongyang bertemu dengan Kim Jong Un.
Jong Un berharap ingin segera bisa bertemu dengan Trump. Jong Un berjanji tidak akan meluncurkan rudal balistik pada pagi hari, hal yang selama ini membuat pemimpin Korsel waswas. Setiap muncul inisiatif damai di Semenanjung Korea, dunia berbesar hati. Namun, kita juga hafal, rezim Korut sering berubah pikiran secara tiba-tiba. Harapan perdamaian sering kandas begitu saja dan Korut kembali memulai lagi program rudal dan nuklirnya.
Boleh jadi dengan melihat pengalaman itu, AS pun bereaksi biasa saja. Di satu sisi, Presiden Trump memandang kini saatnya berbicara dengan Jong Un. Namun, di sisi lain, harapan juga tidak digelembungkan.
Itu sebabnya Menlu AS Rex Tillerson memberikan catatan, jika nanti terwujud, pertemuan sekadar kesempatan untuk berbincang dan bukan dalam konteks perundingan. Menlu AS juga meminta semua pihak untuk tidak menganggap pertemuan kedua pemimpin sebagai perundingan.
Kita paham, kedua pihak sama-sama sudah mengenal gaya kepemimpinan pihak lain sehingga bersikap tidak berlebihan merupakan sikap bijaksana. Namun, kita berharap Jong Un sungguh-sungguh menawarkan perdamaian. Selain berjanji tidak meluncurkan rudal pada pagi hari, Jong Un dikutip juga siap bertemu dengan pemimpin Korsel pada April mendatang dan menawarkan pembahasan perlucutan senjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar