UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD akhirnya diimplementasikan dengan menggenapkan pimpinan MPR dari semula lima orang menjadi delapan orang.
Pimpinan DPR pun bertambah satu kursi. Ahmad Basarah (PDI-P), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Ahmad Muzani (Gerindra), Senin, 26 Maret 2018, akhirnya resmi menjabat Wakil Ketua MPR. Sebelumnya, pimpinan DPR juga mengesahkan Utut Adianto dari Fraksi PDI-P sebagai Wakil Ketua DPR.
Kita berharap kehadiran delapan unsur pimpinan MPR itu akan membawa manfaat bagi rakyat banyak dan bukan hanya sekadar representasi partai politik. Posisi dan peran MPR memang sangat terbatas setelah perubahan UUD 1945.
Semangat dasar revisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memang untuk mengoreksi UU MD3 yang dibuat DPR periode 2009-2014. Setelah Joko Widodo diketahui terpilih sebagai presiden, DPR 2009-2014 mengubah persyaratan pemilihan ketua DPR dari sistem proporsional berdasarkan hasil pemilu menjadi sistem paket. Perpolitikan waktu itu akhirnya sama sekali tidak menempatkan wakil PDI-P dalam pimpinan DPR dan MPR.
"Kecelakaan" sejarah itu kemudian akan dikoreksi. Ketua DPR Setya Novanto, Ketua DPR Ade Komarudin, dan kemudian Setya Novanto yang kembali menjadi Ketua DPR berkeinginan memberikan kursi kepada PDI-P pemenang pemilu. Namun, baik Setya maupun Ade dalam masa kepemimpinannya belum berhasil mengegolkan revisi UU MD3. Akibatnya, keinginan untuk menambahkan kursi pimpinan untuk PDI-P belum terwujud. Revisi UU MD3 baru gol setelah Bambang Soesatyo menjadi Ketua DPR dan PDI-P mendapatkan wakilnya.
Revisi UU MD3 yang semangat awalnya memberikan kursi kepada PDI-P untuk DPR dan MPR telah berubah menjadi sangat transaksional. Ini yang sangat disayangkan. Pasal soal sandera, kewenangan MKD untuk mengambil tindakan hukum dan tindakan lain kepada siapa pun yang merendahkan martabat DPR, disisipkan. Itulah pasal yang memicu kritik publik secara meluas.
Wakil pemerintah, yakni Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang juga kader PDI-P, seperti mengamini semuanya setelah penambahan kursi MPR dan DPR disetujui. Melihat reaksi publik yang begitu keras, Presiden Joko Widodo mengambil langkah dengan tidak menandatangani UU MD3. Namun, Presiden Jokowi juga tidak mengambil langkah politik apa pun, selain mempersilakan masyarakat menggugat ke MK.
Produk revisi UU MD3 yang dikritik publik memberikan gambaran bagaimana watak kekuasaan 560 anggota DPR yang berasal dari politisi, aktivis gerakan, tokoh perjuangan, intelektual, mengamini saja proses politik di DPR. Para anggota DPR itu seperti tercerabut dari akarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar