Respons pemerintah yang tidak satu nada dalam menyikapi adanya potongan cacing mati di dalam produk ikan di kaleng membingungkan masyarakat.
Pada 23 Maret 2018 Badan Pengawas Obat dan Makanan mengumumkan hasil uji produk ikan dalam kaleng. Ditemukan potongan cacing mati dalam 27 merek ikan dalam kaleng yang berasal dari dalam negeri dan impor. Produsen dan importir ikan dalam kaleng diminta menarik dan memusnahkan produk mereka. Bahan baku dari China yang telanjur masuk dilarang digunakan sampai ada hasil lebih lanjut dari penelitian.
Pada sisi lain, otoritas di Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan, dalam manajemen keamanan pangan, cacing (dalam ikan kalengan) tidak menjadi potensi bahaya. Ikan dalam kaleng yang di dalamnya terdapat potongan cacing tetap aman dikonsumsi (Kompas, 2/4).
Bagi konsumen, pernyataan kedua lembaga pemerintah tersebut dapat menimbulkan kebingungan. Jika dianggap tidak membahayakan, mengapa BPOM memerintahkan penarikan dan pemusnahan produk ikan kaleng tersebut. Selain itu, BPOM juga melarang masuk 16 merek ikan dalam kaleng asal impor.
Keamanan pangan telah menjadi amanat di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Negara wajib menjamin ketersediaan pangan yang aman bagi rakyat.
Munculnya kasus ikan dalam kaleng dan respons otoritas keamanan pangan menunjukkan komunikasi publik tidak berjalan baik. Dampaknya tidak hanya menimbulkan kebingungan di masyarakat, tetapi juga dapat memunculkan pertanyaan tentang keandalan seluruh sistem produksi pangan dan pengawasannya. Akan lebih baik apabila ke depan ada satu juru bicara yang dapat menjelaskan dengan baik duduk soal dan solusinya.
Masyarakat mengharapkan pemerintah dapat menjelaskan dengan lebih baik soal keamanan ikan dalam kaleng yang mengandung potongan cacing. Meskipun bahan baku ikan disimpan pada suhu beku dan dimasak pada suhu tinggi yang membuat parasit cacing mati, tetap perlu dijelaskan bagaimana ada cacing di dalam ikan kalengan dan apa efeknya bagi kesehatan, terutama bagi yang sensitif pada alergi. Hal yang tidak dapat diabaikan adalah faktor budaya. Tidak setiap orang dapat menerima keberadaan cacing di meja makannya meski tidak berbahaya.
Ini menyangkut kepercayaan masyarakat pada fungsi pengawasan pemerintah. Jika pengawasan berjalan baik, kasus potongan cacing di dalam ikan kalengan tidak seharusnya terjadi. Hal ini perlu mendapat perhatian sebab pangan peka terhadap isu kesehatan, cita rasa, dan sensitivitas budaya. Dampaknya adalah pada industri pangan dan tenaga kerja industri terkait.
Kejadian cacing dalam produk ikan dalam kaleng menunjukkan perlu ada evaluasi menyeluruh dan transparan pada tata kelola pemantauan dan tata produksi pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar