Serangan Israel, Senin (9/4/2018), menyasar pangkalan militer Suriah, Tiyas, yang menjadi basis milisi Iran dan pasukan Rusia, serta menewaskan sedikitnya 14 orang. Dua negara terakhir ini membantu Presiden Bashar al-Assad untuk tetap berkuasa. Serangan itu berlangsung sehari setelah Suriah dibantu Rusia menyerang Duma, kota di Provinsi Ghouta Timur. Peristiwa ini pun makin memperumit masalah Suriah.

Amerika Serikat juga pernah melakukan serangan ke basis militer Suriah, Shayrat, April 2017, menyusul dugaan serangan gas sarin oleh Suriah ke Khan Sheikoun. Serangan itu menewaskan puluhan orang.

Pemerintah Suriah beralasan, serangan ke Duma, Minggu (8/4), dilakukan karena pemberontak yang tergabung dalam Jaish al-Islam menolak keluar dari kota itu. Menyusul serangan itu, dikabarkan Rusia dan Jaish al-Islam mencapai kesepakatan untuk keluar dari Duma.

Kepala Pusat Rekonsiliasi dan Perdamaian Rusia di Suriah Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko sudah menyiapkan ratusan bus untuk membawa para pemberontak dan keluarganya keluar dari Ghouta Timur. Pejuang Jaish al-Islam diperkirakan berjumlah 800 orang dan 4.000 anggota keluarga. "Pemerintah Rusia akan mengawal evakuasi ini," ujar Yevtushenko.

Pekan lalu, sekitar 19.000 warga yang berasal dari dua kelompok pemerintah mencapai kesepakatan dan sudah meninggalkan Duma menuju Provinsi Idlib. Mereka berasal dari kelompok pemberontak, Faylaq al-Rahman dan Ahrar al-Sham.

Kesepakatan ini kian memperjelas "kendali" Rusia terhadap Presiden Assad dan Suriah. Sebagai presiden, Assad tidak dapat berbuat apa-apa terhadap daerahnya yang kini terpecah dan dikuasai oleh kekuatan berbeda.

Turki menguasai Afrin dan Manbij, provinsi utara di Suriah, Damaskus, dan sekitar ibu kota Suriah dikuasai Rusia dan milisi Iran, sedangkan beberapa tempat masih dikuasai beberapa kelompok pemberontak.

Rusia membantah tuduhan Barat soal penggunaan senjata kimia saat membombardir Duma, Minggu. Rusia belum bereaksi atas serangan Israel yang ikut menewaskan tentaranya itu.

Diduga serangan Israel ini merupakan bagian dari upaya Barat untuk menghentikan pembangunan kekuatan militer Iran dan Rusia lebih jauh di Suriah. Serangan ini dapat diartikan sebagai upaya Barat mengurangi suplai senjata kepada Hezbollah, kelompok Syiah di Lebanon, yang ikut membantu Assad tetap berkuasa.

Hampir setiap operasi militer Israel dapat dimonitor Rusia. Bahkan, mereka setiap saat dapat berhubungan langsung. Namun, sejauh ini Moskwa tidak melakukan apa pun untuk mengganggu operasi udara Israel.