Dalam konteks ini, terdengar aneh tatkala kita mendengar peneliti Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT) Widjo Kongko dipanggil Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menyusul apa yang disampaikannya dalam diskusi yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Minggu (8/4/2018).
Seperti kita baca, pada diskusi itu Widjo memaparkan potensi ketinggian tsunami di sejumlah daerah. Dari kajian pemodelan komputer dan skenario gempa terkecil sampai terbesar ada potensi tsunami 57 meter di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Oleh media massa, paparan itu disebut sebagai sebuah prediksi, yang seolah-olah akan segera terjadi. Sang peneliti menyatakan keberatan terhadap pemberitaan yang ia nilai salah memahami paparannya dan mendramatisasi sehingga publik panik.
Selaku peneliti, ia menyampaikan paparan tersebut untuk membangun kesiapsiagaan dan bukan untuk memicu kepanikan masyarakat. Kita perlu memberi perhatian terhadap kasus ini untuk mendudukkan persoalan.
Pertama, kita menghargai semangat penelitian ilmuwan BPPT Widjo Kongko. Ia salah satu dari sedikit ilmuwan geologi dan geofisika yang dimiliki Indonesia. Bidang ilmunya ini kita rasakan semakin penting, terutama setelah muncul kesadaran bahwa bangsa Indonesia tinggal di atas Cincin Api, sabuk geologi dan jajaran gunung berapi yang setiap saat menyimpan potensi terjadinya gempa bumi dan tsunami.
Oleh serangkaian kejadian bencana gempa dan tsunami, khususnya di Aceh pada Desember 2004, selain kesadaran meningkat, masyarakat juga diliputi trauma akan kejadian bencana dahsyat semacam itu. Di sinilah kita juga mengharapkan para peneliti dapat mengomunikasikan hasil penelitiannya secara gamblang, saksama, dan arif bijaksana sehingga tertangkap jelas apa maksudnya dan tidak menimbulkan kepanikan masyarakat.
Insan media massa yang berada di tengah wajib pula meningkatkan kompetensinya sehingga bisa menangkap pesan hasil penelitian dengan akurat, tidak mendramatisasi, dan misinya untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan publik.
Yang terakhir adalah otoritas keamanan. Kita berpandangan, langkah Polda Banten memanggil Widjo Kongko terlalu jauh. Hal itu dinilai bersifat melecehkan profesi dan ancaman terhadap dunia akademik. Masa depan riset-yang kini justru tengah digiatkan-akan suram jika diganggu oleh aparat.
Dengan adanya kasus ini, kita berharap setiap pihak memetik pengalaman. Tak hanya di bidang kegempaan, riset di bidang bioteknologi, di bidang sains seperti nuklir, selalu mengandung potensi kontroversi dan kehebohan. Di sini pula kita melihat semakin pentingnya komunikator iptek, termasuk insan media massa, meningkatkan kompetensinya. Bahkan, lebih dari kompetensi, media massa juga harus arif dalam mewartakan sains.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar