KOMPAS/ALIF ICHWAN

Mantan Ketua DPR Setya Novanto berdiskusi dengan penasehat hukumnya setelah divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4/2018). Novanto juga diwajibkan pula membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara. Hakim juga menjatuhkan menu tambahan mencabut hak Novanto dipilih sebagai pejabat publik.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini dinyatakan hakim terbukti bersalah dalam kasus pengadaan korupsi KTP elektronik yang mengakibatkan kerugian negara. Permohonan justice collaborator yang diajukan Novanto pun ditolak majelis hakim.

Vonis hakim itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut 16 tahun penjara. Selain pidana pokok hukuman badan dan keharusan membayar uang pengganti 7 juta dollar AS, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Novanto, selama lima tahun.

Sebagai politisi, Novanto memang sudah beberapa kali tersangkut kasus hukum. Namun, dia selalu bisa lolos atau meloloskan diri. Baru di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepak terjang Novanto terungkap serta dia kemudian ditahan dan dihukum.

Di Indonesia, ibaratnya tiada hari tanpa berita korupsi. Karena itulah kita mengapresiasi langkah KPK dan hakim yang mengabulkan pencabutan hak politik Novanto selama lima tahun. Sejumlah terdakwa kasus korupsi juga dicabut hak politiknya, setelah dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi. Langkah progresif dalam pemberantasan korupsi patutlah didukung.

Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang terus merajalela di bumi Indonesia karena setengah hatinya kita memberantas korupsi. Kini saatnya dibutuhkan langkah radikal untuk menjatuhkan vonis berat terhadap terdakwa korupsi. Hukuman badan terbukti tidak membuat jera. Jika masih dikurangi remisi yang menjadi domain pemerintah, hukuman badan tanpa perampasan kekayaan itu sama sekali tidak menggentarkan.

Apa yang terjadi pada Novanto hanyalah mengukuhkan pandangan Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung korup. Demokrasi yang memberikan ruang kepada pemegang kekuasaan yang korup akan menghancurkan sistem politik dan sistem ekonomi. Korupsi politik dan korupsi kebijakan dampaknya akan lebih menyengsarakan rakyat.

Pencabutan hak politik adalah ikhtiar untuk menutup peluang para koruptor untuk duduk di jabatan publik baik dalam pemerintahan atau lembaga legislatif. Putusan hakim itu sejalan dengan niat Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang bekas napi korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif.

Kita yakin jika memang partai politik punya komitmen serius memberantas korupsi di negeri, langkah KPU melarang bekas napi korupsi menjadi calon anggota legislatif akan didukung. Itu semua adalah upaya bersama untuk mengurangi dan mencegah korupsi kian merajalela di negeri ini.