AP PHOTO/ANDY WONG

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Senin (14/5/2018), berjalan di dekat papan yang menampilkan fotonya seusai konferensi pers di Putrajaya. Mahathir menyatakan telah membebastugaskan Jaksa Agung Apandi Ali. Sebelumnya, saat perdana menteri dijabat Najib Razak, Apandi menyatakan bahwa Najib tidak terlibat kasus dugaan korupsi 1MDB.

Kemenangan Mahathir Mohamad sebagai pemimpin partai oposisi dalam pemilu Malaysia 2018 meninggalkan beberapa pertanyaan besar tentang arah baru politik Malaysia ke depan.

Pertanyaan serius bagi kita adalah seberapa besar dan seberapa lama kekuatan Pakatan Harapan (PH) di bawah kepemimpinan Mahathir bisa menggantikan posisi UMNO dan koalisi Barisan Nasional dalam politik Malaysia yang selama 60 tahun menjadi kekuatan masyarakat Melayu dan juga menjadi tumpuan raja-raja Melayu yang selama ini berkuasa di Malaysia.

Kedua, bagaimana politik identitas yang selama ini mewarnai politik Malaysia, apakah pertarungan antar-elite Melayu ini mengakhiri politik identitas yang menuju proses demokratisasi dan kesetaraan dalam proses-proses politik nasional.

Pertanyaan lain yang muncul adalah seberapa besar kekuatan dan seberapa lama PH akan menjadi kekuatan politik nasional Malaysia.

Pertanyaan-pertanyaan ini tentunya akan menjawab bagaimana masa depan politik Malaysia. Akankah konflik berkepanjangan sesama internal elite Melayu ini membawa perubahan lebih baik bagi Malaysia atau sebaliknya akan muncul konsolidasi UMNO yang lebih radikal yang mengembalikan UMNO dan Barisan Nasional sebagai kekuatan politik, atau munculnya istilah "Khitoh" (kitah) dalam politik Malaysia ke depan.

Kegagalan reformasi

Kegagalan UMNO dan Barisan Nasional dalam Pemilu 2018 mencerminkan kegagalan reformasi parpol sebagai institusi politik yang bercokol dalam politik Malaysia. Isu-isu yang dimainkan Mahathir, seperti isu korupsi 1MDB, telah meyakini masyarakat pemilih bahwa korupsi Najib dan mungkin juga elite-elite UMNO lainmemperburuk citra Najib dan UMNO.

Meskipun sudah ada proses pengadilan yang membebaskan perkara tersebut, masyarakat Malaysia menganggap ini sebagai dosa besar Najib dan UMNO. Dan persoalan lain yang selama ini terjadi dalam politik UMNO adalah konsolidasi/reformasi politik internal yang berjalan lamban dan tidak memperhatikan regenerasi kepemimpinan nasional.

Perpecahan UMNO pada era Mahathir, yang dibubarkannya UMNO (kemudian lahir UMNO baru yang berjalan hingga kini) oleh pengadilan Malaysia membuktikan estafet kepemimpinan UMNO tersendat akibat elite tua Melayu yang masih bercokol dalam pucuk pimpinan. Memang dalam kepemimpinan UMNO tidak ada batas berapa kali menjadi Presiden UMNO yang otomatis menjadi Perdana Menteri.

Elite pemuda UMNO yang selama ini mewarisi kepemimpinan nasional tidak berjalan sesuai dengan tradisi selama ini. Politik UMNO yang melupakan regenerasi ini menimbulkan kebusukan dalam politik UMNO.

Kalau regenerasi ini berjalan dengan sebenarnya, Mahathir tidak terlalu lama menjadi Perdana Menteri, dan seharusnya tokoh-tokoh muda UMNO, seperti Musa Hitam, Anwar Ibrahim, Muhyidin Yasin, sudah lama menjadi perdana menteri, dan tidak harus menunggu pergolakan internal politik UMNO.

Sebenarnya harus diakui secara jujur bahwa pemilu Malaysia 2018 ini adalah perpanjangan pertarungan "internal UMNO"

Politik identitas menghilang?

Dalam pemilu Malaysia 2018 sepintas memang ada perubahan yang mendasar, di mana isu-isu identitas tidak menjadi faktor yang dimainkan oleh elite politik Malaysia. Mungkin karena sesama elite Melayu yang bertanding, isu ini tidak menjadi perhatian elite dan menjadi isu yang mubazir dan tidak relevan. Akan tetapi, apakah isu identitas itu sudah mengarah menghilang? Atau tidak relevannya isu identitas dalam pemilu kemarin.

Untuk membuktikan perlu adanya kajian yang mendalam, karena kita belum jelas ke mana arah pemilih masyarakat Melayu ketika calon dari Pakatan Harapan itu dari non-Melayu. Begitu juga sebaliknya ke mana arah pemilih masyarakat China atau India ketika calon Pakatan Harapan tersebut dari Melayu.

Kalau pilihan pemilih cenderung ke Pakatan Harapan karena alasan bukan etnis atau memperkuat demokratisasi, mewujudkan pemerintahan yang bersih tentunya ini angin segar bagi politik Malaysia untuk meninggalkan politik identitas.

Persoalannya adalah seberapa jauh persepsi masyarakat Melayu ini yang selama ini menganggap UMNO sebagai partai "pelindung seumur hidup" serta menjadikan kekuatan dan benteng terakhir masyarakat Melayu.

Persimpangan jalan

Era sekarang ini merupakan persimpangan jalan bagi politik Malaysia karena pertanyaan selanjutnya adalah seberapa lama dan seberapa besar kekuatan Pakatan Harapan ini menjadi kekuatan politik utama Malaysia.

Bagi elite politik UMNO peristiwa kekalahan pemilu ini jelas merupakan tamparan yang luar biasa. Diperkirakan sumber daya dan kekuatan politik UMNO yang cukup besar selama ini tentunya tidak tinggal diam dalam melihat kekalahan ini. Semua ini sangat bergantung juga ke mana arah politik masyarakat melayu Malaysia dan seberapa besar perubahan yang terjadi dalam politik UMNO ke depan.

Bisa jadi pertarungan sesama elite melayu ini menyadarkan kembali "ideologi" bahwa "Ketuanan Melayu" di bawah UMNO masih diyakini masyarakat Melayu ke depan. Ini sangat tergantung seberapa besar juga persepsi masyarakat dalam demokrasi itu sendiri. Namun, jika sesama elite Melayu saling "membuka aib" dan adanya "gerakan politik" raja-raja Melayu untuk kembali ke "khitah" politik Melayu, bisa jadi kepemimpinan Mahathir yang mungkin dilanjutkan oleh Anwar Ibrahim tidak akan bertahan lama.

Posisi Anwar Ibrahim

Pergantian Mahathir ke Anwar Ibrahim tentu bukan hal yang mudah. Di samping Anwar Ibrahim harus mengikuti pemilihan di daerah pemilihannya (by election) di Penang (mungkin setelah pengunduran diri istrinya Wan Azizah), pengangkatan Anwar Ibrahim tentu harus mendapatkan persetujuan partai koalisi Pakatan Harapan. Jika partai koalisi Pakatan Harapan tetap meyakini Mahathir untuk memimpin 5 tahun ke depan, bisa jadi retak-retak perpecahan akan timbul dalam Pakatan Harapan.

Semua ini tergantung pada kinerja Mahathir selama dua tahun ke depan. Politik "bersih-bersih" Mahathir jelas akan membawa simpati masyarakat, tetapi bisa jadi akan dapat perlawanan keras dari kelompok tertentu.

Apalagi konon Mahathir akan membuka kembali perkara-perkara yang sudah diputuskan Kejaksaan Agung, Badan Anti-Rasuah (KPK-nya Malaysia) ini tentunya akan membawa corak baru bagi politik Malaysia. Termasuk juga soal kesehatan Mahathir, apakah usia yang sudah 92 tahun akan tetap bertahan menjalankan roda pemerintahan.

Masa depan politik

Perubahan-perubahan politik dan ekonomi sekarang ini sudah terbuka luas. Arah politik generasi muda (generasi milenial), dan persepsi di lingkungan raja- raja Melayu serta kekuatan baru yang akan muncul akan menentukan masa depan politik Malaysia. Begitu juga seberapa jauh kinerja Mahathir dan Anwar Ibrahim membawa perubahan politik mendapatkan dukungan dari masyarakat Malaysia. Bagaimanapun juga, pertarungan politik Malaysia belum selesai.

Sementara ini apa yang kita lihat, pemilu Malaysia ini awal dari reformasi politik nasional. Kita berharap semoga reformasi politik Malaysia ini berjalan damai dan membawa proses demokratisasi yang lebih baik serta membawa kejayaan Malaysia.