Tak ada yang bisa diminimalkan dalam derita akibat terorisme. Luka yang ada, apalagi kehilangan anggota keluarga, dan luka psikis akan selalu menganga.
Kejahatan terhadap kemanusiaan ini sungguh amat keji, tetapi belum mau sirna dari negeri ini.
Setiap kali terjadi aksi teror seperti di Surabaya, kita mendengar tokoh dan pimpinan nasional berseru bahwa negara tidak boleh kalah dalam perang melawan terorisme. Dalam perjalanan waktu, pernyataan tersebut seperti bergaung di ruang hampa. Teroris bisa hanya mencibir dengan sinis pernyataan itu sambil berkata, "Buktikan!"
Ya, kita sungguh harus berintrospeksi, mengapa dengan perangkat kelembagaan, baik yang berlingkup keamanan umum dan intelijen, maupun yang bertujuan khusus untuk menanggulangi terorisme, peristiwa seperti di Surabaya masih terjadi.
Dalam situasi yang tidak kondusif seperti sekarang ini, pemerintah berusaha mendapatkan solusi melalui penyelesaian Rancangan Undang-Undang Antiterorisme, yang sudah disampaikan ke DPR Februari 2016. UU No 15/2003 yang ada dinilai terlalu responsif dan kurang antisipatif.
Kita garis bawahi butir kekurangan di atas karena kelemahan kita adalah kurang antisipatif. Jika kita sudah antisipatif, aksi di Surabaya semestinya sudah tercium.
Ringkas kata, apa pun langkah yang akan diambil, kita berharap itu merupakan upaya yang maksimal, dan efektif. Bangsa ini sebenarnya sudah geram, tetapi juga lelah dengan isu terorisme. Sementara harapan sejahtera secara ekonomi sekarang ini tengah diredupkan oleh pelemahan rupiah dan dampak ikutannya.
Bangsa menunggu adanya pemerintah yang bisa mencerabut terorisme dari Bumi Indonesia once and for all, tuntas, menyeluruh, dan selamanya. Ahli sudah banyak, aparat tersedia, dana dicukupi, jadi kurang apa lagi?
Pada sisi lain, menyusul terjadinya serentetan aksi penyerangan di Jawa Timur, ada dampak yang harus ditanggung, baik secara psikologis maupun secara ekonomis. Justru saat kita sedang berupaya meningkatkan investasi dengan mencitrakan negara kita aman, justru saat kita sedang akan menghelat pesta olahraga Asian Games, justru saat kita sedang menggelar agenda politik, kita kembali harus menanggung kemunduran.
Kita berharap otoritas di berbagai bidang dapat meminimalkan dampak aksi terorisme. Jangan sampai ada dampak serius di perekonomian dan sektor lain yang terkait, seperti turisme.
Meminimalkan dampak dan memaksimalkan upaya pemberantasan terorisme kita harapkan bisa menjadi program prioritas pemerintah. Dari pengalaman yang ada, bisa saja upaya ini tidak mudah. Apalagi kita melihat bahwa perangkat hukum yang diperlukan belum siap, sementara modus terorisme sendiri terus berkembang, seperti pelibatan anak-anak dan perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar