KOMPAS/LASTI KURNIA

Adler Haymans Manurung

Pada April lalu, pasar kelihatan mengalami penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan pada level 6.188,987 pada akhir Maret sempat naik hingga tertinggi di level 6.360.932 pada 11 April 2018. Namun, setelah level tersebut, IHSG mengalami penurunan sampai akhir April ke 5.994,595. Artinya, telah terjadi penurunan sebesar 6,11 persen dari level IHSG tertinggi tersebut. Tingkat penurunan IHSG ini juga memberikan aba-aba atau sinyal kepada investor bahwa IHSG ada kemungkinan akan turun lagi.

Memasuki bulan Mei, IHSG juga turun ke level 5.858 dan kemungkinan berlanjut menjadi pertanyaan beberapa pihak. Investor asing juga melakukan penjualan saham di bursa dan biasanya diikuti oleh investor lokal sehingga penurunan IHSG bisa sebesar angka yang disebutkan sebelumnya.

Penurunan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Jika faktor eksternal yang diperhatikan, faktor utamanya terlihat pada berita yang menyatakan Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali dalam tahun 2018 ini. Kenaikan pertama telah dilakukan pada Maret 2018 lalu sebesar 25 bps (basis poin, 1% = 100 bps) dari 1,5% menjadi 1,75%. Peningkatan ini telah memberikan sinyal kepada dunia bahwa ekonomi AS telah menuju perbaikan yang direncanakan sehingga berani menaikkan tingkat bunga. Bahkan, Bank Indonesia meyakini, bunga The Fed akan mengalami kenaikan tiga kali lagi setelah kenaikan Maret lalu (https://economy.okezone.com/read/2018/03/22/20/1876662/bi-yakin-fed-rate-naik-3-kali-tahun-ini).

Meskipun kenaikan bunga di AS juga diperkirakan BI, kelihatan BI tidak mengambil tindakan terkait tingkat bunga merespons kebijakan AS itu. Sebaiknya, tingkat bunga di Indonesia mengikuti situasi tingkat bunga di AS yang sudah dinaikkan. Masih jelas di ingatan kita bahwa pemerintah pernah terlambat mengambil kebijakan tingkat bunga sehingga ekonomi Indonesia sedikit terganggu. Apakah tindakan ini masih berulang lagi? Mudah-mudahan tidak berulang.

Melihat faktor politik regional, seharusnya bursa saham akan terjadi kebalikannya, yaitu mengalami kenaikan.
Terkait politik regional, ada pertemuan dua pemimpin Korea sehingga kesejukan akan terjadi dan membuat semua pihak percaya akan terjadinya kenaikan perekonomian regional. Namun, kelihatannya faktor regional ini memberikan kontribusi yang kecil sehingga tidak bisa mendukung untuk kenaikan harga saham di bursa.

Adanya kenaikan tingkat bunga akan mengubah investasi sehingga terjadi pergeseran (pergerakan/shifting) dana dari pasar saham ke pasar obligasi. Biasanya pergerakan ini sering terjadi dalam rangka menaikkan hasil dari manajer investasi yang melakukan pengelolaan dana atas milik investor. Pergeseran ini bisa saja dalam waktu tidak lama, bahkan bisa sangat singkat. Semuanya tergantung informasi yang masuk ke pasar tersebut.

Oleh karena itu, terkait penurunan harga saham di bursa, perlu juga diperhatikan situasi internal di Indonesia. Pada bulan April tampak sedikit ada gejolak politik dengan berbagai berita yang muncul. Adanya pemilihan kepala daerah juga berpotensi memberi sinyal negatif. Pemilihan presiden baru akan terjadi pada April tahun 2019, tetapi riak-riaknya sudah mulai terlihat, bahkan terjadi pula riak intimidasi terhadap masyarakat yang tidak punya kepentingan. Riak ini juga memberikan sinyal negatif ke bursa sehingga bursa mengalami penurunan yang ditunjukkan IHSG.

Persoalan politik ini menunjukkan persoalan kepercayaan beberapa pihak kepada pemerintahan yang sedang berkuasa. Jika diperhatikan secara saksama, kepercayaan masyarakat tersebut sebenarnya masih tinggi, tetapi riak ketidakpercayaan juga muncul, terutama di media sosial.

Jika diperhatikan, pernyataan berbagai pihak mengenai perekonomian Indonesia hampir seperti paduan suara, menyatakan perekonomian sangat bagus dan tidak mungkin akan mengalami perubahan secepatnya. Tingkat bunga yang tidak dinaikkan juga merupakan sinyal kepada kita bahwa perekonomian sedang pada posisi baik. Bahkan, jika diperhatikan, BI pun melakukan konferensi pers untuk menyatakan bahwa perekonomian sedang bagus-bagusnya.

Masalah utang luar negeri yang meningkat tajam juga menjadi sorotan dan bisa dikaitkan dengan persoalan perusahaan yang akan mengalami penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan perusahaan akan menurunkan harga saham perusahaan sehingga IHSG juga akan drop.