KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rosarita Niken Widiastuti, dan Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Sultonul Huda mengajak peserta diskusi untuk mempraktikan salam Pancasila dalam Forum Merdeka Barat 9 Kemenkominfo, di Gedung Serbaguna, Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (30/5). Kegiatan yang bertajuk Merawat Keberagaman Menangkal Terorisme dan Radikalisme tersebut menjadi bagian dalam memperingati hari kelahiran Pancasila yang jatuh setiap 1 Juni.

Kritik berbagai pihak terhadap Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla sebenarnya lebih merupakan respons atas keputusan pemerintah itu sendiri.

Terakhir, kontroversi soal "gaji" Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebesar Rp 112 juta dan anggota Dewan Pengarah sebesar Rp 100 juta menuai kritik tajam. Kritik itu berkembang liar dan menyerang integritas para tokoh bangsa yang ada di sana. Kegaduhan pun terjadi.

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 23 Mei 2018 disertai lampiran bertajuk "Hak Keuangan dan Fasilitas Lain Pejabat BPIP". Diksi "gaji" ternyata terasa lebih cepat beredar dan dipercaya karena lebih mudah dipahami dibandingkan dengan diksi "hak keuangan".

Pihak oposisi dan pengamat mengkritik peraturan presiden itu dalam berbagai sudut pandang. Presiden Joko Widodo berkomentar pendek soal kontroversi itu. "Itu kan ada mekanismenya. Soal analisis jabatan itu di Kemenpan, kemudian gaji yang mengalkulasi, Kemenkeu. Sekali lagi, itu bukan itung-itungan kami, lho, ya" (Kompas, 30 Mei 2018).

Dewan Pengarah BPIP merasa gerah dengan kritik bertubi. Anggota Dewan Pengarah, Mahfud MD, sampai harus merespons kritik bertubi melalui akun Twitter miliknya. Intinya, Mahfud tidak pernah meminta gaji dan selama ini juga tidak pernah menerima gaji. Apa yang disebut gaji itu pun tidak sepenuhnya tepat karena yang dimaksud adalah biaya operasional dan biaya lainnya. Bahkan, Mahfud mempersilakan masyarakat menggugat perpres itu ke Mahkamah Agung.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan penjelasan, hak keuangan itu terjadi dari berbagai macam komponen, seperti gaji, uang asuransi, tunjangan jabatan. Gaji pokok sama dengan pejabat negara lain, yakni Rp 5 juta dan tunjangan jabatan sebesar Rp 13 juta, ada juga biaya asuransi yang besarnya Rp 5 juta dan uang kegiatan operasional.

Distorsi informasi ini bukan pertama kali terjadi. Distorsi informasi kerap terjadi karena pemerintah sepertinya tidak memandang pentingnya komunikasi publik. Teks seperti dalam kasus peraturan presiden selalu tidak disertai konteks yang melatarbelakanginya. Akibatnya, konteks diberikan pengamat ataupun pihak oposisi. Terserah bagaimana mereka mau memaknai keputusan itu. Manajemen risiko terhadap citra pemerintah sepertinya juga tidak menjadi perhatian sebelum kebijakan publik diambil dan dikomunikasikan kepada publik.

Pada tahun serba politik ini, kita mau ingatkan lagi soal manajemen komunikasi pemerintah. Tanpa adanya komunikasi politik yang baik, pemerintah bisa kian dihujani kritik dan kecaman. Pada akhirnya, itu bisa mengganggu persepsi publik pada pola bagaimana pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla mengelola negara.

Pemberian "hak keuangan dan fasilitas lain bagi pejabat BPIP" dalam jumlah cukup besar, tanpa ada penjelasan apa pun, bisa saja mengganggu perasaan masyarakat. Kemungkinan kebijakan itu dikritik seharusnya sudah dipertimbangkan dan dicari bagaimana mengantisipasinya.

Kompas, 31 Mei 2018