AP PHOTO/AHN YOUNG-JOON

Warga menonton layar televisi yang menampilkan rekaman file Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un selama program berita di sebuah stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan, Jumat (18/5/2018). Korut mengkritik Korsel dan AS karena latihan militer bersama yang mereka gelar.

Gagalnya pertemuan puncak Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un patut disesalkan meski hal itu sudah diprediksi.

Perkembangan yang terjadi di Semenanjung Korea selalu penuh kejutan. Sepanjang 2017, Korut bertubi-tubi melakukan uji coba rudal nuklir dan bertukar ancaman dengan Washington. Korut mendadak berubah menjadi penuh harapan dan persahabatan pada awal Februari 2018 di arena Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.

Bukan saja atlet Korsel dan Korut berbaris bersama di acara pembukaan, para petinggi Korut juga hadir di sini. Dunia menyaksikan peristiwa itu dengan bertanya-tanya apakah keinginan rekonsiliasi itu tulus atau sekadar sandiwara politik.

Sejak saat itu, momentum rekonsiliasi bergulir sangat cepat karena tak lama setelah itu Korsel dan Korut menyatakan kedua pemimpin mereka, Moon Jae-in dan Kim Jong Un, akan bertemu pada April. Wakil Presiden AS Mike Pence yang juga hadir pada Olimpiade Musim Dingin bersikap skeptis terhadap perkembangan ini. Bahkan, ia meminta Korsel tidak cepat percaya dan terburu-buru menyambut uluran tangan Kim Jong Un.

Namun, Pence harus menelan kata-katanya karena Presiden Trump tanpa diduga menyatakan bersedia bertemu langsung dengan Kim Jong Un. Hal ini belum pernah dilakukan para pendahulunya. Sejumlah penasihat Trump menyesalkan langkah sang presiden yang impulsif dan terburu-buru karena terlalu besar taruhan bagi kredibilitas AS jika pertemuan itu gagal.

April berlalu, pertemuan Moon dan Jong Un berlangsung mulus. Kedua pihak bersedia berkompromi demi menjaga perdamaian di kawasan. Pyongyang juga melepas tiga warga AS yang ditahan di Korut serta tanggal pertemuan Trump dan Jong Un disepakati pada 12 Juni di Singapura.

Gaya Washington yang "mendikte" dengan menyatakan Korut harus melakukan denuklirisasi total membuat Pyongyang gerah. Korut mengancam mundur dari pertemuan karena AS dan Korsel tetap menggelar latihan militer di Semenanjung. Di sisi lain, hubungan AS dan China yang menjadi patron Korut terus memanas. AS mengancam menaikkan tarif sejumlah produk China yang mengarah ke perang dagang dan puncaknya pembatalan latihan militer RIMPAC bersama China, Kamis lalu.

Perkembangan ini hanya tinggal menunggu "gong". Dan, Trump-lah yang mengumumkan pembatalan pertemuan puncak itu dalam bentuk surat yang pilihan kata-katanya seperti status Twitter. Yang mengejutkan, Jong Un membalas surat Trump dengan pernyataan yang tertata, santun, bak negarawan. Jong Un juga tetap melaksanakan komitmen awalnya dengan mengundang wartawan asing untuk menyaksikan penghancuran lokasi uji coba nuklir di Punggye-ri.