Kesetiaan pada demokrasi bukan hanya pada sisi kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat, melainkan juga setia pada regulasi dan prosedur.
Pemilihan umum adalah prosedur demokrasi untuk kepentingan sirkulasi kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Regularitas dalam menyelenggarakan pemilihan umum adalah salah satu ukuran kematangan demokrasi sebuah bangsa. Pemilu adalah sarana untuk menanyakan kembali kehendak rakyat terhadap kinerja pemerintah ataupun anggota DPR.
Syukurlah bangsa Indonesia, setelah reformasi 1998, telah menunjukkan kesetiannya pada demokrasi. Regularitas pemilu terjaga setiap lima tahun. Meskipun aturan main pemilu terus berubah-ubah, pemilihan umum pada level nasional berlangsung periodik mulai tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan akan berlangsung kembali 17 April 2019.
Pemilihan presiden secara langsung sebagai implementasi langsung dari perubahan konstitusi telah melahirkan dua presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) dan Presiden Joko Widodo yang kini sedang memerintah.
Pemilu serentak 17 April 2019 akan menjadi tonggak penting dalam proses konsolidasi demokrasi setelah 20 tahun kita meninggalkan pemerintahan Orde Baru yang amat mengekang kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, dan kebebasan berorganisasi. Keberhasilan kita menggelar pemilu serentak 17 April 2019 akan mengantarkan bangsa ini menjadi negara yang kian matang dalam demokrasi (mature democracy).
Oleh karena itu, tahapan dalam proses pemilu haruslah diikuti. Pro dan kontra dalam dunia maya yang mewujud dalam #2019gantipresiden dan #2019tetapjokowi sah-sah saja dalam sistem demokrasi. Wacana dan konter wacana dalam dunia maya biarlah berlangsung dalam dunia maya meski sebenarnya tahapan pemilu belum berjalan. Calon presiden sebenarnya belum ada. Kendati sejumlah partai telah mendeklarasikan Presiden Jokowi untuk periode kedua dan Prabowo Subianto yang telah menerima mandat dari Gerindra untuk maju sebagai calon presiden, semuanya masihlah wacana. Belum resmi.
Kontestasi pemilihan presiden baru menjadi terang ketika KPU secara resmi mengumumkan siapa calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu Presiden 17 April 2019, pada medio Agustus 2018. Kita berharap elite politik dan masyarakat mengikuti tahapan demokrasi. Perbedaan pilihan politik adalah wajar dalam demokrasi. Esensi dalam demokrasi adalah kontestasi gagasan. Namun, kita berharap beda pilihan politik tidaklah harus menciptakan situasi permusuhan sesama anak bangsa.
Komitmen untuk hidup bersama di dalam NKRI haruslah tetap dijaga dan terus dihidup-hidupkan. Biarlah 196 juta pemilih akan menjadi juri terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, apakah akan meneruskan jabatannya atau digantikan sosok lain. Demokrasi mengandung prinsip satu orang satu suara. Demokrasi tidak membedakan strata dan latar belakang seseorang. Semuanya punya satu suara. Itulah kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpinnya, buah dari perubahan UUD 1945.
Kompas, 2 Mei 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar