Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah kemarin, mencapai Rp 14.036 berdasar kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, meski indikator makro baik.
Nilai tukar rupiah di pasar spot, menurut Bloomberg, pada Senin (7/5/2018) melemah ke posisi Rp 14.003. Nilai tukar tersebut adalah yang terendah sepanjang 28 bulan terakhir.
Pada hari yang sama, Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen. Terjadi pertumbuhan tipis dibandingkan dengan triwulan I-2017 sebesar 5,01, tetapi lebih rendah ketika dibandingkan dengan triwulan IV-2017 sebesar 5,19.
Tekanan pada ekonomi di dalam negeri bertambah ketika harga minyak bumi jenis West Texas Intermediate yang menjadi harga acuan internasional naik menjadi 70,56 dollar AS per barrel. Kenaikan harga ini memengaruhi imbal hasil surat utang AS sehingga mendorong arus keluar modal asing.
Bagi Indonesia, pelemahan nilai tukar rupiah menjadi tantangan serius yang harus direspons secara tepat. Penjelasan bahwa pelemahan terjadi karena faktor eksternal, yaitu kenaikan imbal hasil surat utang AS dan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, tidak dapat terus digunakan. Faktor eksternal tersebut akan selalu ada.
Penguatan dollar AS dan harga minyak bumi akan memberi tekanan pada neraca pembayaran Indonesia. Pemerintah sudah memutuskan tidak akan menaikkan harga jual bahan bakar minyak premium dan solar setidaknya hingga akhir tahun ini. Sudah muncul pembicaraan tentang kemungkinan pemerintah menyubsidi harga. Apabila hal ini dilakukan, ruang gerak anggaran belanja pemerintah akan berkurang.
Pelemahan nilai tukar rupiah memiliki sisi positif jika memang direncanakan dan ekonomi digerakkan ekspor. Namun, kinerja ekspor belum sesuai harapan. Respons berupa insentif bagi ekspor produk berbahan dasar lokal dan menahan impor produk yang dapat diproduksi di dalam negeri akan memperkuat cadangan devisa.
Respons yang tepat sangat penting saat ini. Kurang tepat kiranya jika bersikap bahwa fundamental ekonomi kita baik saja sehingga pelemahan nilai tukar bersifat temporer dan tidak mengganggu ekonomi. Dalam kenyataan, pelemahan nilai tukar rupiah dapat memperlemah daya beli mengingat impor kita cukup tinggi untuk bahan baku industri dan bahan pangan kebutuhan sehari-hari rakyat.
Saat ini muncul dua usulan pilihan respons. Bank Indonesia terus melakukan intervensi pasar atau menaikkan suku bunga acuan untuk menahan arus keluar dana investor asing.
Bank Indonesia sudah mempersiapkan diri memperkuat cadangan devisa, antara lain, dengan membuat perjanjian swap untuk lindung nilai dengan negara-negara seperti Jepang, China, dan Australia. Sementara pilihan menaikkan suku bunga dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar