Kamis, 31 Mei 2018, menjadi hari penuh arti bagi keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Keluarga korban diterima Presiden Joko Widodo.
Para ibu korban pelanggaran hak asasi manusia setiap Kamis—disebut Kamisan—berunjuk rasa di depan Istana Merdeka sejak 18 Januari 2007. Mereka menuntut kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu dituntaskan pemerintah. Serentetan pelanggaran hak asasi manusia terjadi pada era Orde Baru.
Sebelas tahun lebih berunjuk rasa, para keluarga korban akhirnya diterima di Istana Merdeka. Para keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia itu diterima Presiden Jokowi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Juru Bicara Presiden Johan Budi SP, dan Koordinator Staf Khusus Teten Masduki.
"Akhirnya, Presiden Jokowi mau menerima kami," ujar Sumarsih, ibunda Norma Irawan yang tewas ditembak aparat pada 13 Mei 1998. Aksi Kamisan yang diorganisasi ibu-ibu keluarga korban HAM itu mirip dengan perjuangan ibu-ibu dari Argentina yang berunjuk rasa di Plaza de Mayo, Buenos Aires. Anak-anak mereka hilang tak diketahui keberadaannya saat pemerintahan diktator militer pada 1976-1983 di bawah kepemimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla.
Argentina relatif telah menyelesaikan isu pelanggaran hak asasi manusia selama periode "Perang Kotor". Sebuah laporan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia telah selesai disusun dengan tajuk "Nunca Mas!" (Jangan Terulang Lagi). Selain Argentina, Afrika Selatan juga telah merampungkan masalah pelanggaran hak asasi manusia masa lalu melalui sebuah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Ada dua tokoh besar dan negarawan di sana, Nelson Mandela dan Uskup Desmond Tutu.
Di Indonesia, 20 tahun reformasi berlalu, isu pelanggaran hak asasi manusia masihlah menjadi komoditas politik. Isu itu terus menyandera perjalanan bangsa. Korban tetaplah menjadi korban. Sementara tokoh yang sangat terkait dan patut diduga ikut bertanggung jawab dalam isu pelanggaran hak asasi manusia masa lalu masih tetap eksis bertahan dalam panggung politik di bawah payung demokrasi. Di sini moralitas dipertanyakan.
Kita berharap pertemuan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu dengan Presiden Jokowi menunjukkan posisi Presiden Jokowi sebagai negarawan yang punya komitmen menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu seharusnya bukan hal baru bagi Presiden Jokowi karena dalam dokumen Nawacita yang mengantarkan Joko Widodo sebagai presiden, program penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia secara berkeadilan menjadi program telah dituliskan. Pertemuan keluarga korban itu hanyalah upaya menagih janji Presiden Jokowi yang fokus pada pembangunan infrastruktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar