ANTARA FOTO/ RENO ESNIR

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (kanan) meninjau layanan saat pembukaan posko pengaduan THR Lebaran 2018 di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA), Gedung B Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (28/5). Posko tersebut untuk menampung laporan dalam pelaksanaan pembayaran THR 2018 mulai dari pusat sampai daerah melalui dinas kerja di provinsi maupun kabupaten/kota.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2018 tentang pembayaran tunjangan hari raya untuk pegawai negeri sipil menimbulkan masalah di daerah. Tak semua daerah siap.

Ketaksiapan daerah untuk membayarkan tunjangan hari raya (THR) tergambar dalam pemberitaan Kompas, Rabu (6/6/2018), yang berjudul "Daerah Diminta Kreatif soal THR". Pemerintah daerah (pemda) umumnya kaget dengan ketentuan dalam PP No 19/2018 karena dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang harus disiapkan lebih besar daripada perkiraan.

Menurut Kepala Bidang Anggaran Belanja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Istimewa Yogyakarta Aris Eko Nugroho, Pemerintah Provinsi DIY menyiapkan dana untuk THR dan gaji ke-13 senilai Rp 95 miliar, tetapi membengkak menjadi Rp 128 miliar. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menolak memberikan THR kepada PNS jika bersumber dari APBD. Bupati Aceh Tenggara Raidin Pinim menilai pembayaran THR dan gaji ke-13 memberatkan daerah.

PP No 19/2018 mengatur pemberian THR untuk PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, penerima pensiun, dan penerima tunjangan. PP dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan penerima dan sebagai wujud apresiasi pemerintah atas pengabdian mereka kepada bangsa dan negara. THR diberikan sebesar penghasilan bulan Mei yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, dan tunjangan kinerja. Pemberian gaji ke-13 diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2018 dan dibayarkan pada Juli 2018.

Pasal 4 PP No 19/2018 menyebutkan, THR dibayarkan bulan Juni, tetapi bisa dibayarkan pada bulan berikutnya jika belum dapat dibayarkan. Pasal 9 Huruf (b) menyatakan, anggaran untuk membayarkan THR dibebankan kepada APBD, bagi PNS yang bekerja pada pemerintah daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, ataupun anggota DPRD. Gaji ke-13 di daerah bersumber pada APBD.

Sejumlah pemda semula hanya menganggarkan THR sebesar gaji pokok, tanpa berbagai tunjangan dan tanpa pemberian gaji ke-13. Saat Presiden Joko Widodo mengumumkan pemberian THR dan gaji ke-13, Mei lalu, yang diikuti penerbitan PP, beberapa pemda bereaksi. Pemda terkejut dan keberatan. APBD terbebani tidak ringan. Sejumlah pemda menganggarkan pemberian THR dengan mengacu pada ketentuan lama.

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pemda kreatif dalam penganggaran sehingga dapat membayarkan THR dan gaji ke-13 sesuai aturan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemberian THR dan gaji ke-13 bukan tiba-tiba karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Sesuai dengan UU, APBN 2018 diperkirakan defisit Rp 329,936 triliun.