KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Petugas Panitia Pemungutan Suara memeriksa catatan daftar pemilih tetap di kantor sekretariat Panitia Pemungutan Suara di Kantor Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/6/2018). Petugas PPS pun sudah siap mendata ulang untuk keperluan menyebarkan undangan ke warga yang terdaftar untuk pelaksanaan pemungutan suara pada Rabu (27/6/2018).

 

Pemilihan kepala daerah serentak di 171 wilayah memasuki masa tenang hingga pemungutan suara Rabu, 27 Juni 2018. Inilah ujian demokrasi tingkat lokal.

Kita meyakini masa tenang, pemungutan suara, sampai penghitungan suara dan penetapan calon pemimpin terpilih akan bisa dilalui dengan baik. Melalui penghitungan cepat dari sejumlah lembaga survei tepercaya, perkiraan hasil pemilihan kepala daerah akan bisa diketahui beberapa jam setelah TPS ditutup, sejauh selisih perhitungan suara masih berada di batas ambang kesalahan. Prediksi ini tentunya bisa mengurangi tensi politik pasca-pilkada.

Harapan lancarnya ritual demokrasi bernama pilkada itu tentu punya sejumlah syarat, yakni sejauh elite politik tidak memprovokasi keadaan dan tetap mengedepankan akal sehat, aparat penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu) menjalankan perannya sesuai dengan undang-undang, serta TNI, Polri, dan intelijen betul-betul menjaga posisi netralitas dan independensinya. Hukum tak boleh digunakan untuk kepentingan rivalitas pilkada.

Pilkada di 171 wilayah merupakan pamungkas dari seri pilkada serentak yang digelar pascareformasi. Pada 2015 digelar pilkada di 269 wilayah dan tahun 2017 dilangsungkan pilkada di 101 wilayah. Dua seri pilkada yang digelar pada 2015 dan 2017 membuat kita optimistis, Pilkada 2018 akan bisa berjalan lancar, sekaligus untuk persiapan menuju Pemilihan Presiden 2019.

Kita mendorong para pemilih untuk mengedepankan akal sehat dalam memilih pemimpin daerah. Memilih pemimpin seyogianya didasarkan pada keyakinan personal bahwa calon pemimpin yang akan dipilih bisa merealisasikan janji kampanyenya, mewujudkan program kampanye, dan melihat rekam jejak dari calon tersebut. Memilih pemimpin bukan semata-mata karena pemberian uang/hadiah karena itu hanya akan mengantarkan pemimpin terjerat dalam kasus korupsi.

Akal sehat juga perlu dikedepankan mengantisipasi banjirnya konten-kontek hoaks, berita bohong, dan pembunuhan karakter yang mungkin saja akan kian marak di media sosial. Di era politik seperti sekarang, media sosial telah dipenuhi dengan sampah-sampah digital tak bertanggung jawab yang diproduksi oleh kelompok politik dengan tujuan politik pula.

Semua konten yang berserak di media sosial haruslah diverifikasi kebenarannya dengan akal sehat. Hal itu kita dorong karena pada era post truth (pasca-kebenaran) seperti sekarang ini, kebenaran kadang ditentukan oleh keyakinan pribadi dan bukan karena data yang mendukungnya.