Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 11 Juni 2018

Wisuda TK, SD, SMP, SMA//Produksi Mobil dan Jalan Macet//Kecewa pada Biro Wisata BB (Surat Pembaca Kompas)


Wisuda TK, SD, SMP, SMA

Akhir-akhir ini makin marak perayaan kelulusan TK, SD, SMP, dan SMA—meniru wisuda ala sarjana—di banyak sekolah dan membutuhkan biaya besar.

Selain berbiaya cukup besar, wisuda tersebut sesungguhnya juga tidak menunjukkan penghargaan kita terhadap makna seremoni wisuda sarjana, yang notabene adalah perayaan atas keberhasilan setelah menjalani pendidikan tinggi yang penuh juang sejak seseorang belajar secara formal di bangku taman kanak-kanak, setidaknya sekolah dasar.

Artinya, nilai dan "kesakralan" wisuda sebagai wujud keberhasilan dalam meraih titel sarjana telah terdegradasi dengan duplikasi seremoni wisuda pada level pendidikan di bawahnya. Barangkali itu akan memberikan pengaruh kurang baik terhadap motivasi adik-adik kita dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi karena mereka sudah "merasa menjadi sarjana".

Mohon masalah ini bisa menjadi perhatian kita bersama, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk segera membuat aturan standar baku dalam perayaan kelulusan TK, SD, SMP, SMA, dan sarjana.

Yosminaldi Jatikramat Indah Estate I, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat

KURNIA YUNITA RAHAYU UNTUK KOMPAS

Kemacetan di Jalan Letjen MT Haryono, Jakarta Selatan.

Produksi Mobil dan Jalan Macet

Kira-kira 40 tahun lalu, dan sebelumnya, jalan-jalan di Jabodetabek belum ada yang memperlihatkan macet. Namun, sejak awal 1980-an, dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, berbagai merek dan model mobil diluncurkan serta laku. Macet dianggap hal wajar belaka.

Semestinya para pengendara mobil tak usah mengeluh karena jalan macet. Semua karena andil kita semua. Anak-anak yang dulu masih SD sekarang sudah mengendarai mobil atau sepeda motor. Jumlah angkot meningkat. Namun, jalan-jalan umum dalam kota relatif tidak banyak bertambah, bahkan pinggir jalan berubah fungsi jadi tempat parkir. Macet pun makin parah.

Ganjil-genap diberlakukan guna mengatasi kemacetan. Mungkin lima tahun ke depan diberlakukan sedan-nirsedan atau yang boleh melalui jalan tertentu berdasarkan pada warna cat mobil.

Meniru program pengurangan merokok dengan slogan "Merokok Membunuhmu", kami usulkan slogan "Membeli Mobil Menambah Macet".

Rochhadi Depok, Jawa Barat

Kecewa pada Biro Wisata BB

Tertarik dengan keindahan Turki pada musim semi, ketika tulip mekar, dan merasakan naik balon udara yang diklaim sebagai atraksi nomor satu di dunia, kami (Grace dan Susy) memutuskan mendaftar di BB Travel Service Cabang PIM-I, Jakarta Selatan, untuk berangkat pada April 2018.

Pada hari kedelapan kami mengikuti atraksi balon itu. Selama satu jam terbang, kami dibuat bingung karena dibawa menjauhi kumpulan balon udara. Kami tak bisa ambil foto berlatar balon udara warna-warni seperti yang tersua di media sosial atau cerita orang lain yang berpengalaman.

Selesai tur, kami sampaikan keluhan kepada Anas selaku pemandu wisata. Jawabannya tak memuaskan: "Kalau terbang berdekatan balon udara akan bertabrakan dan jatuh. Foto di media sosial diambil kamerawan profesional dan itu merupakan keinginan pilot balon udara yang sudah memperhitungkan jumlah berat penumpang." Kami kecewa, dirugikan telah membayar 230 dollar AS per orang untuk atraksi ini dan minta pertanggungjawaban BB Travel. Kami berdua sudah mengembalikan sertifikat balon udara. Kekecewaan peserta lain bisa dilihat dari kuesioner yang dibagikan, tetapi—sayangnya— tak ada tanggapan dan perhatian BB.

Keluhan sudah kami sampaikan kepada Manajer BB Cabang PIM I Jakarta Selatan, tetapi jawaban mengada-ada.

Grace Augustine Budiman Susy Dharmadi Jl Dewi Sartika, Jakarta Timur

Kompas, 10 Juni 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger