Beberapa bulan sebelumnya, September 2017, ahli dari International Council on Monument and Sites (ICOMOS) mengunjungi Kota Tua, Jakarta, selama seminggu untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap penominasian Kota Tua sebagai Warisan Dunia UNESCO. Dalam laporannya, ICOMOS menilai Kota Tua tak memiliki manajemen risiko bencana yang cukup.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Wisatawan nusantara menikmati keindahan lapangan Fatahilah, yang dikelilingi gedung-gedung tua dengan bersepeda, Senin (9/7). Kota Tua dan Monas mulai berbenah untuk menghadapi limpahan wisatawan yang hadir ke Jakarta saat Asian Games berlangsung.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
09-07-2018

Akhir 2017, atap gedung serba guna SMPN 32 Pekojan yang sudah berusia 200 tahun lebih, rubuh. Tak hanya Jakarta kehilangan atap berlanggam arsitektur China abad ke-18 itu, tapi rubuhnya atap itu menyebabkan dua orang terluka. Pekojan pun termasuk dalam zona penyangga usulan Kota Tua sebagai Warisan Dunia.

Dan, pada 2015, Klinik Cagar Budaya yang merupakan program UNESCO Jakarta bekerja sama dengan AusHeritage, Pusat Dokumentasi Arsitektur dan Ikatan Arsitek Indonesia, telah mengunjungi dan menilai cepat SMPN 32 dan mengeluarkan beberapa rekomendasi kepada pihak sekolah, termasuk di antaranya perlu segera perlindungan darurat dan konservasi atap bangunan serba guna tersebut.

Walaupun bangunan SMPN 32 terdiri atas bangunan Art-Deco tahun 1950 dan bangunan eks penginapan China abad ke-18, ternyata ia tidak ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. ICOMOS, dalam laporan sama, menilai bahwa perlindungan (legal) Kota Tua dari kacamata cagar budaya tidak cukup. Pasca- pemberlakukan UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya, pemerintah daerah memang diwajibkan untuk melakukan penetapan ulang.

KOMPAS/SITA NURAZMI MAKHRUFAH

Setelah direvitalisasi, Kali Besar kini jadi taman wisata yang merupakan bagian dari Kota Tua, Sabtu (7/7/2018). Sayangnya, pembangunanannya tidak mempertimbangkan sejarah Kali Besar, sehingga nilai autentiknya hilang.

Sampai hari ini, Pemerintah Provinsi DKI hanya baru menetapkan enam cagar budaya.   Pada Januari 2015, Pemerintah Indonesia memasukkan Kota Tua dan empat pulau di Kepulauan Seribu dalam Daftar Sementara Warisan Dunia UNESCO. Agar Komite Warisan Dunia UNESCO dapat menilai kelayakan Kota Tua menjadi Warisan Dunia, maka pemerintah harus menyusun dokumen nominasi.

Dokumen tersebut harus membuktikan nilai keagungan universal Kota Tua, termasuk kondisi integritas dan keaslian serta upaya perlindungan dan manajemen.

Komite menerima dokumen nominasi Kota Tua pada 25 Januari 2017, yang kemudian ditindaklajuti ICOMOS,—satu dari tiga badan penasihat Komite— dengan melakukan kunjungan dan evaluasi. Laporan sementara ICOMOS tak hanya ditujukan kepada Komite, juga diterima oleh Pemerintah Indonesia pada 24 Januari 2018. Pada versi akhir April 2018, ICOMOS merekomendasikan bahwa Kota Tua dan empat pulaunya sebaiknya tidak ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO. Akhirnya, Mei 2018, draft keputusan Komite Warisan Dunia memutuskan untuk tidak menetapkan (not to inscribe) Kota Tua sebagai Warisan Dunia.

Beberapa kritik ICOMOS

Terlepas dari perdebatan mengenai kualitas dokumen nominasi Kota Tua, sebaiknya pemerintah—baik pusat maupun provinsi—memerhatikan secara saksama laporan akhir ICOMOS. Laporan tersebut tak hanya menolak hampir segenap justifikasi nilai keagungan universal, keaslian hingga integritas Kota Tua sebagai properti yang layak untuk dijadikan Warisan Dunia.

ICOMOS juga menunjukkan banyak kekurangan, kesalahan dan memberikan kritik membangun terhadap apa yang sedang terjadi di Kota Tua dan sekitarnya.
Misalnya, ICOMOS menilai Kotatua tak punya sistem manajemen menyeluruh dan pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk memastikan pengembangan kapasitas dan keahlian terkait cagar budaya pada semua tingkat instansi pemerintah yang terlibat dan persiapan rencana pengelolaan kawasan cagar budaya, termasuk kesiapsiagaan dan tanggap bencana.

KOMPAS/PIET WARBUNG

Ratu Elizabeth II dari Inggris (tengah) didampingi suaminya, Pangeran Phillips, saat mengunjungi Museum Sejarah Jakarta di kawasan Kota Tua Jakarta, di sela-sela kunjungannya ke Indonesia pada bulan Maret 1974.

ICOMOS pun menilai proyek restorasi dan rehabilitasi yang sedang berlangsung tidak selalu dirancang untuk menjawab persyaratan keaslian. Misalnya Kali Besar, yang dalam dokumen nominasi dianggap sebagai fitur utama tata kota era VOC. Proses revitalisasinya justru mengabaikan keaslian dan memilih menggunakan lempengan beton pada dasar kanal, Dinding kanal malah dirombak.

Kritik serupa ditujukan pada proses penggusuran permukiman yang berdiri di atas bekas kanal yang tersedimentasi. Proses itu dilakukan hanya demi menciptakan ulang rencana kota ala abad ke-17-18. Padahal Kota Tua tidak hanya tentang abad ke- 17-18 saja, dan pembangunan kota dari waktu ke waktu dan khususnya sisa-sisa arsitektur abad ke-19 dan ke-20 awal justru menambah pemahaman tentang pusat bersejarah yang terbentuk saat ini. Rekonstruksi yang semata-mata hanya berpusat pada abad ke-17-18 harus dipertimbangkan kembali.

Sejumlah siswa sekolah dasar bersepeda usai berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta, Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (20/12). Usai ujian semester, banyak sekolah mengajak siswa-siswa mereka berkunjung ke kawasan Kota Tua untuk mengetahui sejarah Jakarta.
Kompas/Wisnu Widiantoro (NUT)
20 Desember 2011

Warisan budaya di kawasan perkotaan tak serta-merta berarti peti es atau "waktu terhenti". Atau tidak berarti ada bagian kota yang sengaja dibongkar demi membangun tiruannya ala 300-400 tahun silam. Cagar budaya dalam rupa lanskap perkotaan harus bersifat berkelanjutan, di mana ada bagian-bagian tertentu dimungkinkan berkembang seiring zaman.

UNESCO telah mengeluarkan rekomendasi Historic Urban Landscape sebagai pendekatan menyeluruh dalam mengelola lanskap kota bersejarah; mengintegrasikan tujuan pelestarian cagar budaya perkotaan dengan kondisi ekonomi-sosial-budaya perkotaan yang dinamis. Tentunya paradigma konservasi pada kawasan perkotaan yang masih ditinggali dan terus berkembang akan berbeda dengan monumen statis seperti Borobudur dan Angkor Wat.

ICOMOS juga menyebutkan ancaman utama terhadap kelestarian Kota Tua adalah pembangunan perkotaan dan infrastruktur serta penurunan tanah, banjir dan bencana alam yang berhubungan dengan air. Ancaman nyata termasuk pembangunan bangunan tinggi pada berbagai area di Kota Tua (juga area penyangga), jalan layang, rencana MRT hingga reklamasi 17 pulau serta rencana tanggul laut. ICOMOS menganggap penting agar semua proyek pembangunan berjalan maupun investasi baru mempertimbangkan dampaknya terhadap warisan budaya sebelum izin dikeluarkan.

Liburan di Kota Tua – Warga dari berbagai wilayah di Jakarta beramai-ramai mendatangi kawasan Kota Tua, Jakarta, untuk mengisi liburan Natal, Jumat (25/12). Sejumlah tempat wisata menjadi tujuan warga untuk mengisi liburan ini.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)
25-12-2015

Keheranan ICOMOS juga muncul ketika unit yang bertanggung jawab pada manajemen Kota Tua tidak dilibatkan dalam proses perizinan. Juga tik diberi kapasitas untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan. Berkaca pada berbagai proyek yang sedang berjalan, ICOMOS menilai bahwa dinas yang berwenang untuk mengeluarkan izin justru kurang memiliki kapasitas dan keahlian dalam bidang cagar budaya.

Bukan hal baru

Hal yang disampaikan ICOMOS tidak baru. Manajemen, koordinasi, kapasitas dan keahlian yang kurang, perlindungan yang belum cukup, tata ruang, perizinan, pengawasan, kebencanaan hingga lemahnya posisi badan pengelola adalah hal-hal yang sudah teridentifikasikan sebelumnya dalam berbagai laporan dan forum diskusi. Upaya revitalisasi Kota Tua pun bukannya baru kemarin sore, tetapi sudah terjadi pada periode gubernur yang berbeda, seperti Ali Sadikin, Fauzi Bowo, Joko Widodo hingga Basuki Tjahaja Purnomo. Namun hal-hal mendasar di atas tak pernah terjawab tuntas.

Parade Budaya Kota Tua – Kelompok kesenian ondel-ondel turut tampil pada parade budaya di kawasan wisata kota tua Jakarta, Minggu (18/11). Parade yang diikuti berbagai kelomspok kesenian Betawi ini untuk mendukung upaya menjadikan kawasan kota tua sebagai wisata sejarah dan cagar budaya.
Kompas/Iwan Setiyawan (SET)
18-11-2012

Di saat Kota Tua belum jadi warisan budaya nasional, ia malah ingin melompat jadi warisan dunia. Alih-alih berusaha menjawab pertanyaan, "bagaimana caranya melestarikan dan mengembangkan cagar budaya perkotaan seperti Kota Tua", malah bertanya tentang "bagaimana caranya menjadi warisan dunia". Sebelum mendapat jawaban atas pertanyaan nomor dua, kita harus menjawab pertanyaan nomor satu dahulu.

SHARON UNTUK KOMPAS

Warga Jakarta maupun dari luar, banyak yang menikmati Lebaran di kawasan Kota Tua, Jumat (15/06/2018).