Di dalam kereta api dalam perjalanan ke Bandung, saya menikmati unggahan foto-foto di sebuah media sosial. Dari begitu banyak unggahan yang saya perhatikan, saya tertarik dengan sebuah unggahan berupa foto bunga yang awalnya saya kira bunga anggrek. Setelah saya membaca keterangan dari unggahan itu, ternyata bunga itu adalah bunga dari pohon durian.

Duri

Membaca keterangan itu, mulut saya mulai gatal untuk mengomentarinya. Komentar saya begini, "Bunga boleh cantik tapi buahnya berduri. Manusia bisa juga cantik tapi mulutnya seperti belati." Tak lama kemudian, ia membalas komentar saya begini. "Syahdan buah berduri untuk melindungi buah yang harum nan nikmat, kak."

Kereta berjalan cepat dan jalannya bergoyang-goyang, isi kepala seperti turut bergoyang membaca komentar itu. Di pikiran saya langsung terdengar suara-suara yang menciptakan begitu banyak pertanyaan dan melambungkan ingatan saya pada pagar dengan kawat berduri yang dipasang di rumah-rumah.

Benar kalau duri atau kawat berduri yang mampu membuat orang terluka itu berguna untuk melindungi. Belum lagi sudah menggunakan kawat berduri, acap kali masih ditambah pecahan kaca yang ditanam ke dalam tembok. Tak hanya untuk pelindung rumah orang kebanyakan, tetapi juga kalau melihat tembok penjara. Lingkaran kawat berduri juga bergulung-gulung mengitari tembok tinggi hotel prodeo itu.

Kemudian, nurani saya yang bawel tiba-tiba nyeletuk tanpa dapat diduga. "Kalau mulut kamu yang mampu melukai seperti kawat duri dan kulit durian itu berfungsi untuk melindungi apa, ya, Mas Bro?"

Saya paling jengkel kalau tiba-tiba diselak dengan suara nurani yang penuh sindiran. Kesal rasanya. Apalagi kalau suasana hati sedang dalam keadaan tenang dan senang. Tetapi, apa boleh buat kalau punya nurani tak bisa diatur.

Sejujurnya saya tak mampu menjawab pertanyaan yang tiba-tiba datangnya itu. Saya sampai terdiam dan memerlukan waktu untuk merenung sekian menit. Setelah sekian menit berlalu, saya mulai menemukan jawabannya.

Mulut yang tajam yang saya ciptakan ternyata juga tak berbeda dengan cerita kawat berduri dan buah durian di atas. Saya berlindung di balik mulut berduri itu untuk melindungi rendahnya kepercayaan diri yang sejujurnya sering kali membuat saya keder berhadapan dengan manusia.

Mulut & penampilan

Jadi, mekanisme perlindungan yang saya ciptakan adalah sebuah mulut yang mampu membuat orang yang kalau tak hati-hati bisa membuat diri mereka berdarah. Dengan model perlindungan itu, saya terlihat percaya diri dan terkesan disegani. Salah. Saya bukan disegani, tetapi ditakuti tepatnya.

Baru saja saya selesai menjawab pertanyaan nurani bawel itu, ia datang lagi dengan pertanyaan berikutnya. "Kalau duri pada buah durian dijadikan pelindung entah dari serangan apa dan buah berduri itu dapat menghasilkan isi yang sungguh nikmat untuk disantap, apa yang kira-kira yang kamu hasilkan dan dapat dinikmati orang lain dari mulutmu yang berduri itu?"

"Say… mawar aja meski berduri masih bisa dibuat untuk hiasan meja. Mejanya jadi cantik, orang yang melihatnya juga senang, belum lagi warnanya aja macam-macam. Nah, kamu kira-kira bisa enggak kayak bunga mawar dengan mulutmu yang tajam itu?"

"Atau, kamu yang udah jelek itu, cuma bisanya berduri doang dan sama sekali tak ada hasilnya yang bisa dinikmati orang lain?" Demikian nurani saya membombardir dengan pertanyaan yang menyebalkan itu. Kali ini saya tak bereaksi atas pertanyaan itu. Kadang suara yang terlalu bawel itu tak perlu dilayani. Makin dilayani makin ngelunjak.

Di tengah ributnya suara kereta dan goyangnya yang tak bisa dihindari, saya jadi kepikiran. Bunga yang cantik itu bisa dimisalkan dengan sebuah penampilan fisik yang tampan, yang cantik. Ia memesona dan kemudian mengecoh.

Ada orang dengan mudah terkecoh dengan penampilan seseorang yang membawanya dalam sebuah malapetaka. Kemudian, saya teringat cerita teman saya yang mempunyai teman yang menikah dengan seorang laki-laki tampan, tetapi akhirnya bercerai karena suaminya menjadikan wajahnya sebagai samsak kalau sedang naik pitam.

Atau, seperti Anda juga mungkin telah mendengar beberapa kali bahwa ada beberapa orang yang berpenampilan mentereng, tetapi semua yang mentereng itu hanya merupakan pinjaman yang bahkan dilunasi saja tak mampu. Jadi, penampilan fisik atau penampilan luar menjadi alat untuk mengecoh.