Pengunjung Balai Kota Surabaya melihat stan kerajinan Surabaya di Surabaya, Senin (28/5/2018). Untuk menciptakan pasar bagi perajin Surabaya, pemerintah setempat membangun ruang-ruang pamer di sejumlah tempat strategis salah satunya di balai kota.

Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar menyinggung tentang sabut kelapa saat membuka Dialog dan Pertemuan Bisnis Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Otonomi Expo 2018 di Tangerang, Banten, pekan lalu. Tentu saja hal itu bukan tanpa maksud.

Meski tergolong sampah, sabut kelapa memiliki potensi ekspor tinggi. Belanda, Jerman, China, Malaysia, dan Korea membeli sabut kelapa sebagai bahan baku beberapa produk, seperti kasur, spring bed, peredam, dan tali, dan berbagai produk penyaring.

Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia mencatat, potensi devisa sabut kelapa nasional cukup besar, yaitu diperkirakan Rp 13 triliun per tahun. Namun, kontribusi Indonesia terhadap kebutuhan sabut kelapa dunia baru 3 persen. Jauh dari India yang menguasai pasar sebesar 55 persen.

Najmul, yang juga Koordinator Wilayah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat Apkasi, menyatakan, dari sabut kelapa Apkasi akan memulai kolaborasi antarpemerintah daerah untuk meningkatkan devisa negara. Konsepnya adalah pemerintah-pemerintah daerah yang memiliki komoditas dan produk sejenis bekerja sama memenuhi permintaan-permintaan sejumlah negara.

Hal itu berawal dari tawaran kerja sama sebuah perusahaan besar China agar Pemerintah Kabupaten Lombok Utara mengirim 600 ton sabut kelapa per hari. Lantaran tidak bisa memenuhi sendiri, Pemkab Lombok Utara mengajak daerah-daerah penghasil kelapa memenuhi permintaan itu.

Aristo Kevin (16, kiri) dan Mohammad Iqbal Fauzi (15), siswa SMA Negeri 3 Semarang, Jawa Tengah, yang membuat rompi antipeluru dengan sabut kelapa, Rabu (10/12). Proyek penelitian tersebut mendapat medali perak dalam International Science Project Olympiad 2014.

Indonesia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Ketidakpastian itu disebabkan perang dagang AS-China dan kenaikan harga minyak mentah.

Likuiditas global juga semakin mengetat. Bank sentral AS, The Fed, masih akan menaikkan suku bunga acuan, Bank Sentral Eropa (ECB) akan mengurangi pembelian aset, dan Bank Sentral China (PBoC) memangkas giro wajib minimum.

Hal itu menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bergejolak sejak awal 2018. Bahkan, sejak 21 Juni, rupiah melemah di kisaran Rp 14.000-Rp 14.500 per dollar AS. Dalam lima bulan terakhir ini, neraca perdagangan Indonesia sudah empat kali defisit.

Indonesia membutuhkan tambahan devisa. Sejak akhir tahun lalu, cadangan devisa Indonesia menurun drastis karena pelemahan nilai tukar rupiah, membayar utang luar negeri yang jatuh tempo, serta impor migas dan nonmigas yang semakin meningkat.

Bank Indonesia (BI) mencatat, cadangan devisa per akhir Juni sebesar 119,839 miliar dollar AS. Dalam satu semester, cadangan devisa tergerus 10,357 miliar dollar AS, dihitung dari cadangan devisa per 31 Desember 2017 yang mencapai 130,196 miliar dollar AS.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan Indonesia pada triwulan I-2018 sebesar 5,54 miliar dollar AS atau sekitar 2,15 persen produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan II-2018, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan lebih dari 2,5 persen PDB, tetapi di bawah 3 persen PDB.

SUMBER: BANK INDONESIA

Perkembangan besaran moneter Indonesia pada akhir Mei dan Juni 2018 yang dicatat Bank Indonesia (dalam miliar rupiah).

Gerakan bersama

Tahun ini, BI telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan BI 7-day RRR sebesar 100 basis poin menjadi 5,25 persen. Tujuannya adalah menarik kembali arus modal asing yang sudah keluar sekaligus mempertahankannya.

Pemerintah pusat juga akan mengeluarkan kebijakan peningkatan devisa melalui pariwisata, ekspor, dan seleksi impor. Tujuannya adalah mendulang devisa dari pariwisata dan ekspor, serta mengurangi impor agar tidak menggerus devisa.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bahkan menyatakan, substitusi impor bahan baku terus didorong. Impor bahan baku tertinggi di sektor garmen dan petrokimia. Kalau bahan baku itu bisa diproduksi di dalam negeri, bisa menghemat devisa 2 miliar dollar AS per tahun.

Jangan sampai peluang emas kerja sama perdagangan dari sejumlah perusahaan besar mancanegara itu berpindah ke negara lain. Jika tidak mampu memenuhi sendiri, kolaborasi antardaerah penghasil komoditas sama diperlukan.

Di tengah upaya mendulang devisa itu, peran daerah untuk meningkatkan ekspor sangat diperlukan. Jangan sampai peluang emas kerja sama perdagangan dari sejumlah perusahaan besar mancanegara itu berpindah ke negara lain. Jika tidak mampu memenuhi sendiri, kolaborasi antardaerah penghasil komoditas sama diperlukan.

Begitu pula jika ada tawaran investasi, pemerintah daerah perlu memprioritaskan investasi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Misalnya investasi industri berorientasi ekspor, berbasis sumber daya lokal, dan peningkatan produk daerah.

Di tengah ketidakpastian global, gerakan bersama menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Nusantara sangat diperlukan. Langkah-langkah konkret yang dihasilkan dari perencanaan yang baik dibutuhkan. Bukan sekadar wacana dan komentar yang menjatuhkan.

Kompas, 9 Juli 2018